Investasi Pembangkit Terhambat Ketersediaan Jaringan Listrik PLN
KATADATA – Investasi pembangunan pembangkit listrik masih mengalami beberapa kendala. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan ada dua hal yang menghambat investasi tersebut, yakni masalah infrastruktur dan keterbatasan jaringan listrik yang dimiliki PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Deputi Pelaksanaan dan Pengendalian Kegiatan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan investor yang akan membangun pembangkit listrik masih mengkhawatirkan kendala logistik. Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum menyediakan jaringan listrik sebagai sarana distribusi listrik dari pembangkit yang akan dibangunnya.
"Karena kalau tidak ada jaringannya, percuma juga swasta bangun pembangkit," kata Azhar di kantornya, Jakarta, Rabu (2/3). (Baca: Kebut Megaproyek Listrik, PLN Targetkan Garap 12 GW Tahun Ini)
Berdasarkan pantauan BKPM dari 200 proyek pembangkit, 22 proyek diantaranya sedang dibangun saat ini. Lima proyek sebenarnya sudah selesai dan akan segera dioperasikan, sisa 17 lainnya masih proses pembangunan. Total kapasitas dari 22 proyek ini mencapai 3.423 megawatt (MW). Dari kapasitas tersebut, sekitar 2.500 MW akan dijual ke PLN dan sisanya untuk keperluan sendiri.
"Sebetulnya kalau pembangunan pembangkit untuk keperluan listrik sendiri relatif tidak mengalami masalah. Yang jadi masalah itu, kalau dia (investor) mengoper listriknya ke PLN," kata Azhar. (Baca: 59 Proyek Investasi Rampung, Impor Bisa Susut US$ 453 Juta Setahun)
Selain jaringan listrik, kata Azhar, masalah lainnya adalah ketersediaan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan. Infratruktur ini dibutuhkan untuk semisal jalan dan pelabuhan sebagai akses untuk memasok bahan bakar ke pembangkit. Sayangnya Azhar belum dapat memberitahu jumlah pembangkit yang pembangunannya terhambat infrastruktur dan ketersediaan jaringan distribusi PLN ini.
BKPM akan mengkoordinasikan pembangunan pembangkit listrik agar lebih terpadu dengan jaringan distribusi yang telah dibangun PLN. Azhar mengatakan apabila pembangunan seluruh pembangkit terkoneksi dengan jaringan, maka target 35 gigawatt (GW) akan lebih mudah terealisasi. (Baca: Pemerintah Akan Bentuk PLN Energi Baru Terbarukan)
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi sempat mengatakan investor yang berminat membangun pembangkit listrik ini sangat banyak. Kapasitasnya mencapai 50 GW, melebihi program pemerintah yang hanya 35 GW. Masalahnya investor masih kesulitan mengeksekusi proyek ini, salah satunya masalah aturan yang menghambat.
Sulitnya proyek ini terealisasi, akibat banyaknya peraturan yang bisa ditafsirkan berbeda-beda. Ini membuat pejabat pemerintah yang terkait dalam proyek ini tidak berani mengambil kebijakan, karena takut dikriminalisasi. Bisa saja keputusan yang diambil pemangku kebijakan dianggap bertentangan dengan aturan, karena penafsirannya yang berbeda.
Dia juga menganggap PLN ikut mempersulit proyek ini. PLN dianggap memonopoli bisnis penyediaan listrik di Indonesia. PLN pun mendapat kewenangan untuk rencana penyediaan listrik dalam beberapa tahun ke depan. Makanya swasta cukup sulit membangun pembangkit di Indonesia.
“Harus diubah peraturan perencanaan lima tahun PLN. Orang-orang di dalam PLN juga saling mempersulit,” ujar Sofjan beberapa bulan lalu. (Baca: Jokowi: Industri Harus Dibebaskan dari Aturan yang Berlebihan)