Permintaan Anjlok Imbas Pandemi, Adaro Pangkas Produksi Batu Bara 10%
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memutuskan memangkas produksi batu bara sebesar 10% pada tahun ini. Hal itu merupakan upaya antisipasi penurunan permintaan komoditas akibat pandemi Covid-19.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira menjelaskan keputusan tersebut sejalan dengan imbauan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia atau APBI untuk memangkas target produksi pada tahun ini. Adapun, jenis produksi yang akan dipangkas perusahaan yaitu batu bara themal.
"Hal itu untuk menyeimbangkan kondisi di pasar batu bara yang tertekan akibat pelemahan ekonomi global dan menurunnya kebutuhan listrik industri karena Covid-19," kata Febrianti kepada Katadata.co.id, Selasa (4/8).
Sebelumnya, perusahaan menargetkan produksi batu bara pada tahun ini sekitar 54 juta hingga 58 juta ton. Adapun realisasi produksi batu bara Adaro pada tahun lalu mencapai 58,03 juta ton.
Meski memangkas produksi, Febriati mengatakan perusahaan bakal berupaya mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan. Perusahaan bakal tetap menjalankan kegiatan operasi dan memantau perkembangan pasar batu bara.
Perusahaan juga akan fokus meningkatkan keunggulan operasional, pengendalian biaya, efisiensi, serta eksekusi strategi. Hal itu untuk mempertahankan kinerja yang solid dan kelangsungan bisnis.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM sebelumnya optimistis target produksi batu bara tahun ini bisa tercapai. Meskipun, permintaan komoditas tersebut turun akibat pandemi corona.
Pemerintah menargetkan produksi batu bara pada tahun ini sebesar 550 juta ton. Hingga Mei 2020, realisasi produksi komoditas tersebut mencapai 228 juta ton.
"Target produksi bisa tercapai karena sampai Mei 2020 mampu memproduksi 42 persen," ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sujatmiko dalam diskusi media secara virtual, Selasa (30/6).
Padahal Sujatmiko menyampaikan penyerap batu bara pada tahun ini turun. Dari produksi 228 juta ton, penyerapan batu bara hanya mencapai 28%.
Salah satu faktornya yaitu permintaan batu bara untuk pembangkit listrik yang tidak optimal karena pandemi corona. "Pandemi menyebabkan banyak industri tidak jalan sebagaimana biasa, permintaan listrik turun sampai Mei 2020 sehingga pemakaian batu bara kebutuhan listrik turun," ujarnya.
Adapun, kewajiban memasok pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) pada tahun ini mencapai 155 juta ton. Rinciannya, DMO untuk PLN sebesar 109 juta ton, pengelohan dan pemurnian atau smelter sebesar 16,52 juta ton, pupuk sebesar 1,73 juta ton, semen sebesar 14,54 ton, tekstil sebesar 6,54 ton, dan kertas sebesar 6,64 ton.
Sujatmiko mengatakan capaian DMO hingga akhir tahun ini diperkirakan sebesar 141 juta ton atau 91% dari target tahun ini. "Turun dari pekiraan awal 155 juta ton. Kalau industri mulai normal pada Agustus 2020 dan batu bara banyak dipakai," kata dia.
Selain itu, pemerintah berharap ada kenaikkan kebutuhan batu bara untuk industri semelter nikel. Adapun pengendalian peningkatan produksi batu bara di tahun ini dapat dikompensasi dengan menaikkan rencana produksi pada tahun depan.