Harga Minyak Bergerak Variatif Dipengaruhi Penurunan Persediaan AS
Harga minyak bergerak bervariasi seiring dengan turunnya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS). Meski demikian lonjakan kasus baru virus corona atau Covid-19 masih membuat pelaku pasar khawatir tentang prospek pemulihan permintaan.
Mengutip Bloomberg, Kamis (6/8) pukul 08.30 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2020 naik 0,11% menjadi US$ 45,22 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2020 turun 0,07% persen menjadi US$ 42,16 per barel.
Secara umum harga minyak berada dalam tren kenaikan setelah Energy Information Administration (EIA) merilis data persediaan minyak mentah AS turun 7,4 juta barel. Jumlah ini jauh melebihi penurunan yang diprediksi sejumlah analis dalam jajak pendapat Reuters, yakni 3 juta barel.
Selain itu melemahnya dolar AS di pasat global juga menopang harga minyak. Sebab penurunan dolar AS membuat minyak lebih murah bagi pelaku pasar yang memegang mata uang asing.
"Saat ini pasar komoditas, termasuk minyak, sedang menikmati keuntungan dari pelemahan dolar AS," kata Analis Senior OANDA Craig Erlam, dilansir dari Reuters, Rabu (5/8).
Harga minyak juga ditopang dari tanda-tanda tercapainya titik temu antara Kongres AS yang dikuasai Partai Demokrat dengan Gedung Putih, mengenai tambahan stimulus untuk penanganan pandemi virus corona atau Covid-19..
Sentimen positif bagi harga minyak juga datang dari indikasi pemulihan ekonomi AS yang ditunjukkan dari membaiknya sejumlah data produksi manufaktur. Mengutip Market Watch, Selasa (4/8), pesanan barang produksi pabrik AS tercatat meningkat 6,2% pada Juni 2020.
Hal ini dipandang para analis sebagai sinyal bahwa ekonomi mulai berjalan kembali setelah sebelumnya sempat terhenti karena karantina wilayah atau lockdown. Sebelumnya para analis memperkirakan pesanan barang produksi pabrik AS hanya meningkat 4,6%.
Selain dari AS, sentimen positif juga datang dari indikasi pemulihan ekonomi zona Eropa yang ditunjukkan dari level purchasing manager's index (PMI) sektor manufaktur Juli 2020 sebesar 51,8. Level ini lebih tinggi dibandingkan pada Juni 2020 yang sebesar 47,4 dan lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebesar 51,1.
Meski demikian analis menyebut level PMI manufaktur Eropa ini sebagai pertumbuhan moderat, karena adanya pemberlakuan pembatasan aktivitas lanjutan di beberapa negara. Pembatasan lanjutan diberlakukan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang otomatis sedikit memperlambat laju pemulihan ekonomi.
Lambatnya pemulihan ekonomi terlihat dari perkiraan permintaan bahan bakar yang dikeluarkan oleh JBC Energy. Firma konsultan minyak dan gas ini memproyeksi permintaan bensin bakal turun 7% pada kuartal III 2020, sementara permintaan solar diprediksi turun sekitar 4%.
"Penurunan permintaan bensin dan solar ini mengindikasikan adanya perlambatan pemulihan ekonomi," tulis JBC Energy, dilansir dari Reuters.