Pertamina Dinilai Tetap Perlu Bangun Kilang untuk Tekan Impor BBM
PT Pertamina terus berkomitmen membangun lima proyek kilang yang terdiri dari satu proyek Grass Root Refinery (GRR) di Tuban, serta empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Cilacap, Balongan, Balikpapan dan Dumai. Pembangunan kilang tetap dikebut untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin mengatakan pembangunan kilang masih sangat relevan, meski produksi minyak nasional terus menurun. Memang, pembangunan kilang akan memperbesar impor minyak mentah Indonesia, namun ia menilai hal ini masih jauh lebih baik dibandingkan apabila Indonesia harus melakukan impor BBM.
"Pengurangan impor BBM memberi keuntungan dari sisi fiskal dan neraca perdagangan. Selain itu, pembangunan kilang juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dalam negeri serta berdampak pada industri pendukung lokal, sehingga menurut saya masih sangat relevan dilakukan saat ini," kata Moshe kepada Katadata.co.id, Selasa (1/9)
Ia pun menilai pembangunan kilang tak melulu harus linear dengan produksi minyak, karena fungsinya adalah untuk memastikan keamanan stok minyak dan BBM, serta mendapatkan keuntungan dari pasar ekspor. Ia mengambil contoh Singapura yang tidak memiliki industri hulu namun memiliki kilang dengan kapasitas produksi 1,5 juta barel per hari.
Kemudian, India yang memiliki kapasitas kilang terbesar kedua di Asia Pasifik terus berkomtimen mengembangkan asetnya. Bahkan, pada Juni 2020 India menyatakan bakal menggandakan kapasitas kilangnya.
Sebelumnya, Pertamina memproyeksikan impor minyak mentah meningkat hingga 900.000 barel per hari (bph) pada 2027. Hal ini seiring dengan rampungnya proyek-proyek kilang yang akan meningkatkan kebutuhan minyak mentah nasional.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pembangunan kilang minyak sangat penting untuk direalisasikan guna menekan impor BBM, namun hal ini akan meningkatkan impor minyak mentah di masa mendatang. Adapun kenaikan impor nantinya juga tergantung pada realisasi produksi minyak dalam negeri.
"Nilai impor ada dua, dengan asumsi tidak jalankan proyek kilang sehingga impor BBM yang banyak atau kita bangun tapi impor crude-nya yang naik," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII, Senin (31/8).
Saat ini Pertamina mengimpor minyak mentah sebanyak 300.000-350.000 bph dan diperkirakan stabil pada kisaran ini hingga 2024. Adapun, impor minyak mentah akan mulai naik setelah proyek perbaikan dan peningkatan kapasitas Kilang Balikpapan tahap pertama rampung di 2024.
“Ketika Kilang Balikpapan operasi, impor crude akan naik sekitar 100.000 bph,” ujar Senior Vice President Corporate Strategic Growth Pertamina, Daniel Purba.
Meski produksi minyak dalam negeri terus menurun, Pertamina melalui anak usahanya menyatakan tetap fokus mengejar target operasi dan produksi migas.
Di sektor hulu, hingga Juli 2020 produksi minyak dan gas bumi Pertamina baik untuk aset domestik maupun internasional masih mencapai 98% atau 875 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD). Perinciannya, produksi minyak bumi sebesar 410 ribu barel minyak per hari MBOPD dan gas bumi sebesar 2.692 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan industri hulu migas global mengalami dampak yang sangat berat di masa pandemi Covid 19. Pengurangan aktivitas yang terjadi di hampir semua negara mengakibatkan turunnya demand terhadap bahan bakar, sehingga menyebabkan suplai melimpah dan menyebabkan harga berada di level terendah.
“Atas dampak covid 19, perusahaan migas global terus berupaya mempertahankan performa produksi. Pertamina juga telah memproyeksikan hal ini, namun tetap beroperasi dengan melakukan berbagai penyesuaian, baik itu penyesuaian terhadap protokol Covid-19 maupun penyesuaian aspek operasional," kata Fajriah dalam keterangan tertulis, Selasa (1/9).
Meskipun dalam kondisi yang mengharuskan dilakukannya optimalisasi biaya dan efisiensi, secara umum kinerja hulu Pertamina (domestik dan internasional) diklaim tetap berjalan baik dengan menyelesaikan pengeboran eksplorasi sebanyak delapan sumur, eksploitasi sebanyak 182 sumur dan pekerjaan workover sebanyak 362 sumur.
Selain eksploitasi, Fajriyah menyebut Pertamina juga terus mengintensifkan kegiatan eksplorasi hulu migas. Terbukti, PEP mampu menorehkan capaian terbaik dengan discovery sumber daya migas baru di Cekungan Jawa Barat, tepatnya di sumur Akasia Prima-1 (AKP-1) dan di sumur Wolai-002 Sulawesi Tengah.