95% Dari Tujuh Sektor Industri Telah Nikmati Harga Gas Khusus
Sebanyak 95% industri dari tujuh sektor yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 telah menerima manfaat kebijakan harga gas maksimum US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU). Industri tersebut yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial menyebut berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020 sebanyak 176 perusahaan masuk kategori tujuh sektor tersebut dengan 224 kontrak.
Rinciannya, kontrak langsung dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ada 18 kontrak, dengan volume 794,46 miliar Britis Thermal Unit per hari (BBTUD). Lalu, kontrak melalui badan usaha niaga sebanyak 206 kontrak dengan volume 405,36 miliar British Thermal Unit.
Dari kontrak badan usaha, sebanyak 197 kontrak telah terealisasi. Sembilan lainnya masih belum mendapat gas khusus ini. Salah satu penyebabnya, beberapa perusahaan menghentikan kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) atas kemauan sendiri.
Ada pula masalah sumber pasokan gas di hulu yang tidak sesuai lokasi konsumen di Cirebon dan badan usaha sedang dalam proses pemenuhan ketentuan penyesuaian izin usaha niaga. "Sudah kami laksanakan yang 95%," ujar Ego dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Selasa (29/9).
Ia menyebut alokasi gas untuk ketujuh sektor tersebut sebesar 2.601 miliar British Thermal Unit. Kemudian, sebanyak 1.205 BBTUD dialokasikan untuk sektor kelistrikan.
Rinciannya, industri pupuk sebesar 838,46 BBTUD, petrokimia 90,87 BBTUD, oleochemical 33,37 BBTUD, baja 68,34 BBTUD, keramik 112,09 BBTUD, kaca 55,46 BBTUD. dan sarung tangan karet 1,23 BBTUD. "Ke depan, kami akan terus memastikan tujuh jenis industri ini betul-betul mendapatkan harga yang dituputuskan dalam Perpres," kata dia.
Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan masih terdapat beberapa kontrak PJBG yang harganya di atas US$ 6 per juta British Thermal Unit. Kondisi ini terjadi lantaran biaya toll fee yang masih cukup tinggi.
Kontrak tersebut salah satunya antara PT Pupuk Iskandar Muda dengan Pertagas Niaga. Dalam kontrak jual beli gasnya sebesar 54 juta kaki kubik per hari (MMCFSD) dengan harga US$ 6,61 per MMBTU. Rinciannya, harga hulu sebesar US$ 6,56 per MMBTU ditambah tarif toll fee sebesar US$ 0,05 per MSCF.
Perlu Sinergi BPH Migas dan Kementerian ESDM
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menyebut implementasi harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU telah berdampak pada keekonomian badan usaha hilir migas. Namun, perlu ada sinergi antara BPH Migas dan Kementerian ESDM. "Terdapat sejumlah hal yang perlu dibicarakan karena (harga gasnya) belum mempertimbangkan keekonomian badan usaha hilir migas," ujarnya.
BPH Migas telah meninjau tarif pengangkutan toll fee untuk 45 ruas pada 2018 dan empat ruas pada awal 2020 serta 26 ruas yang terdampak Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020, Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020, Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2020, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91 Tahun 2020.
Komponen harga gas berdasarkan aturan-atuan itu adalah harga gas di hulu dan tarif biaya penyaluran yang terdiri atas tarif pengangkutan, biaya distribusi, serta biaya niaga. "Harga gas hulu ditetapkan Menteri ESDM, tarif pengangkutan atau toll fee ditetapkan BPH Migas secara independen melalui sidang komite," ujarnya.
Selain itu, mekanisme insentif yang diberikan bagi usaha hilir migas yang diatur dalam Perpres Nomor 40 Tahun 2016 itu juga belum jelas. Sementara, di sektor hulu telah siap mengurangi bagian pemerintah guna mempertimbangkan nilai keekonomian para pemasok gas.