Kans RI Menggaet Investasi Tesla Melalui Pertambangan Hijau
- Tesla tertarik membangun pabrik baterai lithitum di Indonesia.
- Daya tarik Indonesia adalah memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
- Bos Tesla Elon Musk menyoroti kegiatan tambang yang belum memperhatikan aspek lingkungan.
Rencana Tesla membangun pabrik baterai lithium di Indonesia semakin santer terdengar. Presiden Joko Widodo sampai turun tangan mengundang CEO Tesla Elon Musk untuk berinvestasi ke negara ini.
Pada pembicaraan sambungan telepon pada Jumat lalu, Musk disebut menanggapi positif tawaran Jokowi. Pada Januari nanti, tim Tesla akan datang ke Tanah Air untuk menjajaki peluang kerja sama tersebut.
Namun, produsen mobil listrik atau EV itu tak hanya melirik Indonesia. India dan Thailand pun dalam radar perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Satu yang pasti, Tesla cukup selektif dalam memilih lokasi pabrik baterainya. Musk dalam pembicaraanya dengan Jokowi menyebut hanya akan berinvestasi di negara yang memperhatikan aspek lingkungan dan kegiatan pertambangan berkelanjutan.
Syarat itu sebenarnya sejalan dengan tren global. Investor asing sekarang hanya mau menanamkan uangnya pada bisnis yang ramah lingkungan.
Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi, berpendapat secara regulasi, konsep pembangunan berkelanjutan di Indonesia sudah cukup mumpuni. Pengaturan mengenai perizinan lingkungan, reklamasi dan pascatambang, dan kewajiban praktik penambangan yang baik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara alias UU Minerba dan Undang-Undag Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Namun, tantangan penerapannya adalah soal pengawasan, penegakan hukum, dan kesadaran dari pelaku usaha dalam perlindungan lingkungan hidup. Bila ketiga hal itu terlaksana dengan baik, maka pertambangan yang merusak lingkungan secara masif dapat dihindari.
Ia melihat komitmen untuk mewujudkan green mining belum terlihat. Penambangan hijau tak melulu soal upaya menghijaukan kembali area bekas tamban dan lahan kritis. Tapi kegiatannya juga harus mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar.
Sampai sekarang eksternalitas negatif tidak menjadi komponen valuasi ekonomi sumber daya alam. Pengurasan mineral yang masif tanpa memikirkan konservasi sumber daya alam juga masih terjadi. Begitu pula dengan kewajiban hilirisasi mineral yang tidak konsisten sehingga tidak ada optimalisasi nilai tambah produk. "Pengusahaan minerba hanya berorientasi pada ekspor barang mentah," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (16/12).
Indonesia Lebih Unggul untuk Gaet Investasi Tesla
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli berpendapat, dibandingkan Thailand dan India, negara ini memiliki keunggulan, yaitu memiliki sumber daya melimpah. Nikel, salah satu bahan baku baterai, cadangan terbesarnya berada di Indonesia. Komponen penting baterai lainnya, yaitu kobalt, juga ada di sini.
Hal tersebut tentu harus diimbangi kemudahan lain untuk menarik investor. Salah satunya, kemudahan berusaha, jaminan investasi, dan keamanan berusaha. Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki visi yang sama soal ini.
Dalam pengelolaan pertambangan minerba, Indonesia sudah memiliki aturan pengelolaan lingkungan. “Sejauh ini sudah berhasil diterapkan oleh perusahaan pertambangan,” ujar Rizal. Yang perlu diperbaiki adalah kelemahan dalan hal pengawasan dan sanksi bagi pelanggar aturan.
Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo optimistis Indonesia dapat memenangkan investasi dari Tesla. Thailand merupakan basis kendaraan fosil di Asia Tenggara. Industri otomotifnya lebih maju ketimbang negara ini.
India telah lama menjadi salah satu pasar otomotif besar di dunia. Bahkan, melansir dari Reuters, Badan Energi Internasional memperkirakan penjualan mobil listriknya akan berada di nomor dua dunia, setelah Tiongkok, pada 2030.
Daya tarik Indonesia adalah potensi mineralnya yang besar. Namun, policy perception index Indonesia sangat jauh dibanding negara lain, bahkan terendah. “Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, agar Tesla mau berinvestasi di sini,” ujarnya.
Ambisi Tesla, cukup jelas. Perusahaan ingin memperkuat produk mobil listriknya dengan berinverstasi besar di negara lain, termasuk Tiongkok. Di sisi lain, konsep ramah lingkungan dan kesalamatannya tetap menjadi nomor satu.
Pemerintah harus mampu menjawab apa yang menjadi basis Tesla membangun mobil listrik tersebut. Peluang ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Apalagi, Indonesia pun sedang berupaya mengurangi bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan dalam rangka mengurangi emisi karbon.
Untuk memenangkan kompetisi ini tak sebatas meletakkan potensi nikel, kobalt, dan mineral lainya. Kerangka besar pola penambangan berbasis lingkungan harus menjadi yang utama, baik dari sisi hulu hingga hilir.
Tesla, menurut Singgih, akan menilai bagaimana pasca tambang nikel dan produk lainnya dapat dilakukan reklamasi kembali. Sekaligus bagaimana mengolah limbah padat, penggunaan air, dan energi dapat ditekan seminimal mungkin.
Setelah itu, baru urusan keekonomian proyek. Perusahaan akan melihat soal kebijakan fiskal dan nonfiskal serta kepastian hukum. “Parameter lingkungan menjadi proritas utama karena menjadi tuntutan konsumen produk Tesla,” katanya.
Isu Lingkungan dalam Pertambangan
Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace Indonesia Tata Mustasya mengatakan peluang bisnis di masa depan akan menggambarkan transisi hijau. Karena itu, Indonesia harus beralih dari strategi obral murah, seperti terlihat dari Undang-Undang Cipta Kerja dan UU Minerba, menjadi fokus pada industri hijau yang bernilai tambah tinggi.
Pemerintah juga harus menerapkan strategi ekonomi sirkular untuk mengurangi kerusakan lingkungan. "Kunci lainnya adalah tata kelola lingkungan. Bisnis yang merusak lingkungan sangat erat dengan praktik koruptif," kata dia.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan isu lingkungan memang menjadi acuan kompetisi di dunia saat ini dan ke depan. Hal ini seharusnya menjadi kesempatan bagi Indonesia menuju green economy, green mining, dan green industry.
Kegiatan pertambangan di Indonesia belum menerapkan konsep tersebut. Perlu dorongan kuat dari pemerintah agar kegiatan pertambangan di Indonesia diarahkan menuju ke arah ekonomi hijau dan sirkular.
Sebelumnya, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Nurul Ichwan mengatakan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Tapi penggunaan teknologinya yang tak ramah lingkungan dapat membuat investor tak tertarik menanamkan uangnya di sini. “Kami berusaha menarik investasi yang memperhatikan proteksi lingkungan dari sisi teknologinya,” ujar dia kemarin.
Dampak lingkungan yang timbul dari proses kegiatan tambang nikel memang masih menjadi persoalan. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif mengatakan isu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan dari slag (limbah) nikel hingga kini belum tuntas.
Koordinasi dengan pihak terkait telah pemerintah lakukan. Namun, sampai sekarang belum ada solusinya. “Salah satu penentu keberhasilannya adalah bagaimana membuang limbah dari proses HPAL (high pressure acid leaching) ke laut. Ini belum tuntas,” kata dia.