Wakil Bupati Sangihe Meninggal, Izin Tambang Emas Jadi Sorotan
Wakil Bupati Sangihe Sulawesi Utara, Helmud Hontong, meninggal dunia saat berada di pesawat dalam penerbangan Denpasar-Ujungpandang pada Rabu (9/6). Kematian Helmud ini membuat izin tambang emas di kawasan Kepulauan Sangihe menjadi sorotan.
Sebelum meninggal, Helmud sempat mengirimkan surat penolakan yang ditujukan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 28 April lalu. Helmud menolak pemberian izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan kepada Perusahaan Tambang Mas Sangihe (TMS) karena dianggap menyalahi aturan.
"Almarhum Helmud Hontong dengan berani dan tegas menulis surat ke Menteri ESDM minta pencabutan IUP tersebut," kata Koordinator Gerakan Save Sangihe Island Jull Takaliuang kepada Katadata.co.id, Jumat (11/6).
Jull mengatakan surat terkait izin tambang emas tersebut dikirim tanpa dicetak di kop surat Pemda. Selama ini, kata dia, Pemda tidak pernah dilibatkan dalam semua proses penerbitan Izin Lingkungan dan IUP. Pemda pun tak memiliki dokumen seperti Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) maupun Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
"Masyarakat yang meminta dokumen tersebut hanya dijawab melalui surat oleh Dinas LIngkungan Hidup Sangihe yang menjelaskan bahwa mereka tidak memegang dokumen apapun," kata Jull.
Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana mengatakan almarhum Helmud semasa hidupnya menolak aktivitas pertambangan emas di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jabes juga mengkonfirmasi bahwa almarhum Helmud pernah membuat surat pennolakan izin tambang. "Almarhum memang menolak izin tambang, tapi saya belum melihat suratnya," ujar Jabes, dikutip dari Kompas.com.
Katadata.co.id berupaya mengkonfirmasi Kementerian ESDM perihal surat yang ditujukan Wakil Bupati Sangihe almarhum Helmud. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin belum memberikan respon. Begitu juga dengan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Sugeng Mujiyanto.
Dalam surat yang ditandatangani Helmud, dia meminta agar Kementerian ESDM membatalkan izin bernomor 163/K/MB.04/DJB/2021. Izin operasi tambang seluas 42 ribu hektar diterbitkan 29 Januari 2021.
Helmud menyebut beberapa alasan agar Menteri ESDM mengevaluasi kembali pemberian izin. Pertama, Helmud menyebut kegiatan pertambangan di Pulau Sangihe bertentangan dengan UU No 1 tahun 2014 tentang perubahan UU No 27 tahun 2007 yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sedangkan Pulau Sangihe merupakan pulau kecil dengan luas 737 hektar sehingga rentan terhadap dampak aktivitas pertambangan.
Kedua, Wakil Bupati Sangihe almarhum Helmud menilai aktivitas pertambangan berpotensi merusak lingkungan daratan, pantai, komunitas mangrove, terumbu karang dan biota di dalamnya. Dia juga menyebut penguasaan wilayah pertambangan akan berdampak pada hilangnya sebagian atau keseluruhan hak atas tanah dan kebun masyarakat. Bahkan masyarakat berpotensi terusir dari tanahnya sendiri yang melahirkan masalah sosial yang baru.
Ketiga, belajar dari pengalaman wilayah lain, Helmud menilai kegiatan pertambangan hanya memberi keuntungan pada pemegang kontrak karya. Namun, tidak memberikan kesejahteraan masyarakat bahkan menyisakan kerusakan lingkungan yang cukup fatal.
Selain itu, Helmud menyoroti wilayah Sangihe yang merupakan daerah perbatasan negara. Sehingga apabila terjadi konflik akan sangat rawan dari aspek sosial dan pertahanan negara.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Merah Johansyah mendesak otoritas daerah dan penegak hukum untuk menginvestigasi penyebab kematian Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong. Alasannya kematiannya di dalam pesawat secara mendadak dinilai cukup janggal.
"Dia bukan figur biasa, dia ini selain kepala daerah (Wakil Bupati) dia juga salah satu aktor dalam penolakan tambang emas Sangihe dan peran dia terlihat dari pernyataan dia di media lokal sebelum kejadian ini," ujarnya.