Persediaan AS Terendah Sejak Sebelum Pandemi, Harga Minyak Naik Lagi
Harga minyak sedikit naik pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB). Kenaikan harga minyak ini terjadi setelah rilis data resmi yang menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang lebih besar dari perkiraan.
Persediaan minyak AS jatuh ke posisi terendah sejak sebelum wabah Covid-19 merebak. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Agustus bertambah 23 sen menjadi US$ 73,08 per barel.
Seiring dengan WTI, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus juga terangkat 38 sen. Harga minyak Brent ditutup pada level US$ 75,19 per barel di bursa London ICE Futures Exchange.
Harga minyak Brent telah naik lebih dari 45% sepanjang tahun ini. Kenaikan didukung pengurangan pasokan yang dipimpin Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya (OPEC Plus), dan karena pelonggaran pembatasan virus korona meningkatkan permintaan.
Sementara persediaan minyak mentah AS turun 7,6 juta barel selama pekan yang berakhir 18 Juni, seperti dalam laporannya Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu (23/6). Para analis yang disurvei oleh S&P Global Platts memperkirakan publikasi EIA akan menunjukkan penurunan 6,3 juta barel dalam pasokan minyak mentah AS.
Dengan total 459,1 juta barel, persediaan minyak mentah AS sekitar 6% di bawah rata-rata lima tahun.
Sebelumnya, Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono memprediksi tren harga minyak mentah tahun ini bakal terus naik atau bullish. Kondisi tersebut menyusul fenomena tembusnya harga di atas US$ 70 per barel baru-baru ini.
Dia menjelaskan harga komoditas melonjak ke level tertingginya sejak 2011. Ini didukung program stimulus Amerika Serikat (AS) yang membuat pasar keuangan global banjir likuiditas.
“Apa yang terjadi saat ini merupakan buah dari banyak faktor di bulan-bulan sebelumnya,” kata Wahyu kepada Katadata.co.id, (15/6).
Faktor fundamental lainnya yang mempengaruhi kenaikan harga minyak seperti tren major komoditas, reflationary trade dan isu pilpres. Perkembangan vaksinasi juga sudah diantisipasi pelaku pasar sejak pertengahan tahun lalu. Meskipun begitu, Wahyu menilai harga komoditas termasuk minyak sudah priced in (sudah diprediksi).
Artinya semua harga komoditas berpotensi bergerak terbatas tahun ini, jika harganya sudah over value atau sudah sangat mahal. “Jika fundamentalnya mendukung, koreksi akan sangat wajar terjadi. Namun, tren harga minyak masih tinggi,” ujarnya.