Potensi Investasi Tembaga, Dibutuhkan untuk EBT hingga Mobil Listrik
Potensi investasi untuk tambang tembaga sangat menjanjikan. Terlebih produk ini banyak dibutuhkan untuk industri secara global, mulai dari sektor energi baru terbarukan (EBT) hingga kendaraan listrik.
Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai komoditas pasar global tembaga salah satunya dimanfaatkan untuk kendaraan listrik. Namun saat ini pemanfaatannya lebih dominan untuk perlengkapan produk elektronik dan konstruksi bangunan.
Dengan perkembangan kendaraan listrik yang semakin pesat, maka peran tembaga akan meningkat ke depannya. Meski begitu harus diakui, komoditas ini berbeda dengan nikel, dimana Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia.
"Kalau kembali melihat prospek ke depan, investasi tambang tembaga masih cukup menjanjikan. Selain ada lima IUP eksplorasi, Indonesia telah memiliki 24 perusahaan yang terdiri dari IUP, IUPK dan KK," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (27/2).
Produksi tembaga Indonesia porsinya hanya 3% dari total produksi dunia. Ini jauh di bawah Chile yang mencapai 23% atau terbesar dunia, diikuti Australia 10%, Peru 10%, sebagian Rusia 7%, Meksiko 6% dan negara lainnya. Meskipun Indonesia menempati peringkat ketujuh dunia untuk cadangan tembaga,
Untuk produksi tembaga, produksi Indonesia sebesar 20,31 juta ton pada 2019 atau menjadi urutan nomor 11 di bawah Chile yang mencapai 5,6 juta, Peru 2,4 juta dan Tiongkok 1,6 juta.
Untuk itu, prospek tembaga masih cukup menarik, terlepas dari harga ekspor katoda yang menurun dalam tiga tahun terakhir ini. Namun prospek ekspor katoda tembaga ke Jepang, Tiongkok dan Thailand masih sangat menjanjikan.
Simak capaian produksi tembaga Indonesia pada databoks berikut:
Apalagi katoda tembaga belum sepenuhnya terserap di industri hilir di dalam negeri. Dengan pertumbuhan smelter tembaga, dimana akan ada dua tambahan smelter tembaga dari yang dua eksisting, hal ini tentu akan dapat memperkuat kebutuhan untuk industri hilir di Indonesia.
Ke depan, persentase pertumbuhan konsumsi tembaga lebih didorong untuk material efisiensi energi, dan sebagainya. Akhirnya selain untuk kepentingan industri listrik, baterai dan EBT yang diproyeksikan tumbuh cepat.
Oleh karena itu, Singgih menilai pemerintah harus tetap mempercepat dan memperbesar industri hilir tembaga ke depan. "Seperti untuk industri konduktor, kabel, pipa tembaga dan industri ikutan lainnya," katanya.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan produk tambang memiliki prospek cerah seiring dengan meningkatnya penggunaan EBT. Menurut dia potensi pasar untuk produk tembaga akan terbuka lebar.
Hal ini seiring dengan meningkatnya kehadiran pembangkit listrik energi baru dan terbarukan yang membutuhkan tembaga dalam jumlah besar. Misalnya dalam pembuatan mobil listrik, setidaknya dibutuhkan tembaga empat kali lebih banyak dibandingkan kebutuhan tembaga untuk pembuatan mobil konvensional.
Selain itu tembaga juga dibutuhkan untuk baterai yang saat ini tengah dikembangkan. Demikian juga dengan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga angin yang membutuhkan tembaga jauh lebih banyak dibandingkan dengan pembangkit listrik batu bara.
Setidaknya kebutuhan tembaga untuk surya dapat mencapai lima ton per megawatt (MW), sementara untuk angin membutuhkan 1,5 ton untuk setiap megawatt. "Jadi renewable energy membutuhkan tembaga yang lebih banyak sebagai penghantar," katanya kemarin.