Tumpang Tindih Lahan Pertambangan Bakal Ganggu Iklim Investasi
Persoalan kasus tumpang tindih di sektor pertambangan akan mengganggu investasi. Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan pemerintah harus cepat dan tegas dalam membereskan masalah tersebut.
"Kekhawatiran investor harus terjawab dengan cepat, khususnya investor bidang pertambangan yang memerlukan dana besar dan risiko relatif tinggi," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (28/9).
Singgih mengatakan saat ini sebenarnya masalah tumpang tindih di sektor pertambangan jauh berkurang berkat kebijakan Clear and Clean (CnC) dan kebijakan Satu Peta (KSP).
Singgih mengatakan masalah tumpang tindih harus diletakkan pada berbagai parameter. Misalnya, hak dan kewajiban, kewenangan pemerintah, perlindungan dan kelestarian lingkungan hidup dan terakhir penegakan hukum.
Adapun salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih, yakni dengan harmonisasi peraturan. Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang setingkat maupun regulasi vertikal harus dilakukan.
"Dalam harmonisasi, harus terbuka lebar keterlibatan publik sehingga akan lebih memperkuat. Dengan semakin kecil terjadinya tumpang tindih, jelas akan membawa dampak positif bagi penyelenggaraan kebijakan dan pendapatan negara," katanya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai tumpah tindih lahan tambang terjadi lantaran kebijakan yang dibuat pemerintah tak konsisten. Apalagi saat daerah dapat memberikan izin usaha tambang.
Selain itu, koordinasi lintas Kementerian juga masih kurang. Misalnya di lokasi yang sama, ada penerbitan izin tambang dan ada pula penerbitan izin perkebunan.
"Jadi akhirnya bisa mengganggu investasi di sektor pertambangan. Selain itu juga mengganggu investasi di sektor yang lain yang berhubungan dengan sektor ini," kata Mamit.
Mamit mendesak agar pemerintah dapat memperketat pemberian izin tambang. Mengingat, saat ini kewenangan izin pertambangan telah beralih ke pemerintah pusat.
"Hal ini bisa mengurangi potensi tumpang tindih. Selain itu koordinasi antar Kementerian terkait adalah hal yang utama," katanya.
Baru-baru ini mengemuka kasus ribuan hektar lahan tambang yang izinnya dimiliki PT Aneka Tambang Tbk tumpang tindih dengan perusahaan swasta.
Direktur Utama Antam Dana Amin mengatakan pihaknya memiliki satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 16.920 hektar di kawasan Sulawesi Tenggara yang tumpang tindih dengan belasan IUP lainnya. Kasus ini dibawa ke ranah hukum dari pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA).
"Sejak 2010 kami lakukan proses hukum yang cukup panjang dari pengadilan sampai MA. Pada 24 Oktober 2019, MA inkrah menyatakan bahwa Antam pemilik sah dari IUP 16,920 hektare," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (27/9).
Adapun dari luas lahan yang tumpang tindih tersebut telah terjadi area bukaan tambang ilegal seluas 500 hektar. Menurut dia area bukaan tersebut memiliki potensi bijih mineral (ore) yang cukup besar.