Harga LNG di Asia Turun Imbas Cina Tahan Pembelian
Harga gas alam cair atau LNG di pasar Asia turun pada pekan ini, padahal negara-negara bagian utara telah masuk musim dingin. Penyebabnya, Cina tidak melakukan pemesanan dan pasokan gas dari Rusia ke Jerman telah mengalir dengan lancar.
Penurunan harga ini dinilai tetap terkendali karena Australia melakukan pemadaman pada kilang gasnya. Harga rata-rata LNG untuk pengiriman Januari ke Asia Timur Laut, mengutip dari Reuters, turun US$ 1,50 menjadi US$ 34,60 per juta British Thermal Unit (mmBTU).
Tiongkok menahan diri melakukan pembelian di pasar spot karena harga telah melonjak naik dan persediaannya telah cukup. S&P Global menuliskan, kontrak LNG jangka panjang antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah memicu rekor harganya ke titik tertinggi.
Kesepakatan itu terjadi di tengah meningkatnya kerja sama antara Beijing dan Washington, terutama pada isu perdagangan, iklim, dan energi. Delapan perusahaan Cina pada tahun ini telah menandantangani hampir selusin kontrak jangka panjang dengan pemasok luar negeri.
Volume kesepakatan itu mencapai hampir 25 juta metrik ton per tahun. Angkanya sekitar sepertiga dari impor LNG tahunan negara tersebut. Kondisi ini menguatkan Cina sebagai importir LNG terbesar di dunia, melampaui Jepang.
Lebih dari 40% dari impor LNG Cina tersebut berasal dari AS. "Kenaikan baru-baru ini dalam kontrak jangka panjang Tiongkok kemungkinan didorong oleh peningkatan mendasar dalam permintaan gas alam,” kata Jeff Moore, Manajer dan Analisis LNG Asia di S&P Global Platts.
Hal tersebut juga sesuai dengan arah transisi energi jangka panjang Negeri Panda. Platts Analytics memperkirakan sekitar 70% kontrak jangka panjang Tiongkok telah terpenuhi pada tahun 2021. Jumlah ini akan sedikit berkembang di tahun berikutnya.
Cina juga merupakan negara tujuan LNG terbesar Indonesia. Berdasarkan data BP, volume ekspornya mencapai 7,36 miliar meter kubik pada 2020. Angka tersebut mencapai 43,88% dari total ekspor LNG nasional sebanyak 16,78 miliar meter kubik.
Di Australia, Royal Dutch Shell menutup sementara produksi fasilitas LNG terapung Prelude. Penyebabnya, kepulan asap terdeteksi di area utilitas listrik pada Kamis lalu.
Fasilitas tersebut kini beroperasi dengan generator diesel cadangan. Pihak Shell masih berusaha memulihkan sumber listriknya.
Masih di Negeri Kanguru, Chevron Corp menutup satu dari tiga unit pemrosesan kilang LNG Gorgon. Fasilitas Train 3 ini biasanya memproduksi 15,6 juta ton per tahun.
Penutupan tersebut dilakukan usia perusahaan menemukan dan memperbaiki kebocoran gas di Train 1 pada bulan lalu. “Kami melakukan pengehentian terkendali Kilang LNG 3 untuk perbaikan pada perpipaan,” tulis Chevron pada Rabu lalu.
Kedua perusahaan belum memberikan informasi terkait jangka waktu pemulihan produksinya. Dampak dari gangguan dua kilang di barat laut Australia ini diperkirakan akan membuat harga LNG di pasa spot melonjak 20% dibandingkan bulan lalu.