Pemerintah Didorong Buka Data Perusahaan yang Izin Usahanya Dicabut
Langkah pemerintah mencabut 2078 izin pertambangan, 192 izin di sektor kehutanan dan 137 izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan mendapat apresiasi. Pemerintah didorong juga informasi perusahaan-perusahaan yang izinnya dicabut.
WALHI menilai detail informasi perusahaan tersebut untuk mengetahui perusahaan mana saja yang berkonflik dengan rakyat. "Sehingga pencabutan izin menjadi bagian resolusi konflik," kata pengkampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagiaan, dalam siaran pers, Jumat (7/1).
Selain itu, pencabutan ini juga tidak boleh serta merta menghilangkan tanggung jawab korporasi dalam memperbaiki kerusakan lingkungan hidup. "Pemerintah harus memastikan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan ekosistem hutan dengan mengembalikan fungsi hutan sebagaimana mestinya," ujarnya.
WALHI juga menilai pencabutan izin ini sebagai momentum yang tepat untuk menata di sektor mineral dan batu bara. Evaluasi terhadap izin pertambangan diusulkan menyasar kepatuhan pemegang izin terhadap kewajiban terhadap lingkungan.
Pengkampanye Pesisir dan Pulau-Pulau kecil Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwan mengatakan pemerintah harus memastikan telah mencabut seluruh IUP di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Terutama yang selama ini telah terbukti melanggengkan krisis sosial-ekologis serta memicu konflik dengan masyarakat.
Berdasarkan data 2018, setidaknya tercatat sebanyak 1895 IUP berada di kawasan pesisir yang tersebar di 23 Provinsi di Indonesia dan berdampak pada lebih dari 35 ribu keluarga nelayan, serta 6081 desa pesisir yang kawasan perairannya tercemar limbah pertambangan. Kemudian pada 2019, tercatat 164 konsesi pertambangan mineral dan batu bara yang terdapat di di 55 pulau kecil.
“Keberadaan tambang di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil akan mempercepat krisis ekologis dan kehancuran kehidupan masyarakat di dua kawasan penting ini, setelah sebelumnya hancur oleh dampak buruk krisis iklim," katanya.
Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring menyampaikan pencabutan izin tetap harus memperhatikan tanggung jawab hukum lainnya.
Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdapat beberapa korporasi yang pernah dijatuhkan sanksi maupun digugat oleh pemerintah. Bahkan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Korporasi-korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut, harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukumnya untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan dan tindakan lainnya," ujar Raynaldo.
Menurut dia, pemerintah harus memantau korporasi yang masuk daftar evaluasi, dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan HAM. Pemantauan ini diberlakukan untuk semua sektor termasuk pertambangan dan perkebunan. "Karena hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan," katanya.