Taipan Sukanto Tanoto Investasikan Rp 7,2 T pada Proyek LNG di Kanada
Sebuah perusahaan energi yang didukung oleh taipan asal Indonesia, Sukanto Tanoto, tahun ini berencana menginvestasikan US$ 500 juta atau setara Rp 7,18 triliun untuk proyek gas alam cair (LNG) di Kanada.
Woodfibre LNG, anak usaha Pacific Energy Corp. milik Sukanto, memang belum secara resmi mengumumkan keputusan investasinya ini. Namun Presiden Woodfibre, Christine Kennedy memerinci rencana pengeluaran sebesar US$ 500 juta kepada pejabat di wilayah Squamish, British Columbia, Kanada.
Adapun investasi tersebut mencapai 31% dari total nilai proyek LNG yang mencapai US$ 1,6 miliar atau setara Rp 22,98 triliun. Tanda-tanda yang terlihat dari adanya rencana tersebut yakni adanya fasillitas ekspor LNG di wilayah pantai barat Kanada.
"Meskipun kami belum mengeluarkan pemberitahuan terakhir kami untuk melanjutkan, investasi yang dikonfirmasi ini menunjukkan niat kami untuk memulai pekerjaan pra-konstruksi tahun ini, dan menyelesaikan proyek energi rendah emisi yang kritis ini pada tahun 2027," kata Kennedy seperti dikutip dari Bloomberg pada Kamis (24/3).
Rencana Woodfibre mengikuti keputusan Shell Plc untuk membangun proyek LNG Kanada yang jauh lebih besar senilai C$40 miliar (US$ 31,8 miliar atau Rp 456,74 triliun) di Kitimat, British Columbia, yang sudah selesai 60% dan dijadwalkan mulai beroperasi pada 2025.
Woodfibre memiliki lisensikan untuk mengekspor sekitar 2,1 juta metrik ton gas per tahun. Adapun gas yang diekspor yakni gas yang didinginkan menjadi cairan sehingga dapat dikirim dengan kapal tanker.
Keputusan investasi ini seiring dengan negara-negara Eropa yang tengah berjuang untuk menemukan pasokan gas alternatif dan untuk mengurangi ketergantungan kawasan pada pasokan energi Rusia pasca invasi ke Ukraina.
FortisBC, sebuah unit dari Fortis Inc., juga memberi pejabat Squamish pembaruan tentang Pipa Gas Eagle Mountain-Woodfibre, yang akan menghubungkan proyek yang diusulkan ke jalur transmisi gas alam yang ada.
Fortis mengusulkan untuk menambah ukuran kamp kerja yang direncanakan untuk menampung sebanyak 600 orang selama periode berjalan.
“Kami mendengarkan dan telah membuat perubahan desain untuk menghilangkan tekanan pada perumahan lokal, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan untuk mengurangi tekanan lain pada sumber daya masyarakat,” kata Direktur Proyek Fortis BC, Darrin Marshall.
Gurita Bisnis Sukanto Tanoto
Forbes mencatat kekayaan Sukanto Tanoto mencapai US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 18,3 triliun. Ia berada di urutan ke-25 orang terkaya di negara ini. Pria kelahiran Belawan, Medan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949 ini melanjutkan usaha keluarganya di bidang pemasok suku cadang dan jasa konstruksi, bernama Toko Motor.
Adapun pundi-pundi kekayaan Sukanto berasal dari grup bisnis Royal Golden Eagle yang berkembang pesat ke berbagai bidang, seperti kayu lapis, kertas, bubur kertas, sawit, dan sumber daya alam. Salah satu perusahaannya, yakni Asian Agri, merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di Asia.
Forbes mencatat, Sukanto juga memiliki Bracell Limited yang beroperasi di Brazil. Perusahaan ini merupakan produsen selulosa terbesar di dunia. Selulosa kerap dipakai sebagai bahan dasar berbagai macam produk, dari tisu bayi hingga es krim.
Namun, bisnisnya tak selalu berjalan mulus. Kasus penggelapan Asian Agri sempat membuat namanya tercemar. Kasus ini bermula dari adanya laporan penghindaran pembayaran pajak oleh 14 perusahaan di bawah Asian Agri Group kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2006.