Harga BBM Bisa Turun Jika Harga Minyak Turun Jadi US$ 65-70 per Barel
Fluktuasi harga minyak imbas gejolak geopolitik perang Rusia Ukraina terus berlanjut di tengah ketatnya pasokan seiring pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19. Kenaikan harga minyak mendorong pemerintah dan Pertamina beberapa kali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi.
Terakhir, harga Pertamax dinaikkan dari semula Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500. Ini untuk mengurangi beban kompensasi dan subsidi BBM yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina.
Harga minyak mentah sempat menyentuh hampir US$ 130 per barel, level tertingginya dalam 14 tahun terakhir. Namun beberapa waktu terakhir bergerak di kisaran US$ 100 per barel dan beberapa kali turun di bawah level tersebut.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa harga BBM non subsidi memang idealnya diserahkan pada mekanisme pasar, mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Singkatnya, jika harga minyak turun, harga BBM harus diturunkan, dan sebaliknya.
Namun jika harga minyak masih di kisaran US$ 100 per barel, belum waktunya pemerintah menurunkan kembali harga BBM karena masih jauh di atas asumsi harga minyak dalam APBN yang sebesar US$ 63 per barel. Menurut Fahmi, pemerintah dan Pertamina bisa menurunkan harga BBM nonsubsidi jika harga minyak US$ 65-70 per barel.
“Saya kira kalau harga minyak turun tapi masih sekitar US$ 100 per barel itu belum berdampak, tapi kalau sudah mencapai harga US$ 65 hingga US$ 70 per barel itu akan mengurangi beban APBN,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Rabu (13/4).
Fahmy mencontohkan, jika harga minyak ada di harga US$ 65 hingga US$ 70 per barel, Pertamina harus menurunkan harga Pertamax dari Rp 12.500 per liter ke angka Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per liter.
Lebih lanjut, ujar Fahmy, harga minyak dunia akan terus tinggi selama konflik Rusia dan Ukraina masih berlanjut. Selain ini, faktor kegiatan ekonomi yang mulai bergeliat pasca Pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya harga minyak dunia.
Melansir Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent hari ini berada di level US$ 105,11 per barel. Sedangkan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) US$ 101 per barel.
“Harga minyak saat ini fluktuatif, apalagi perang belum selesai. Turunnya harga minyak saat ini kan ini fenomena janka pendek. Sulit untuk Indonesia melakukan penyesuaian,” ujarnya.
Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan penurunan harga minyak mentah dunia saat ini belum menimbulkan pengaruh signifikan terhadap harga BBM. Indonesia sebagai importir minyak masih harus mengikuti perkembangan harga minyak dunia.
Dia menilai harga BBM di Indonesia bisa kembali disesuaikan jika penurunan harga minyak stabil selama setidaknya selama tiga bulan. “Kalau harga minyak dunia ini stabil sampai tiga bulan, baru berdampak. Pertamina bisa menyesuakan harga BBM umum, bisa turun harga,” ujarnya kepada Katadata.co.id.
Turunnya harga minyak dunia dalam waktu lama akan berdampak pada mambaiknya keuangan negara akibat pengurangan subsidi pemerintah ke masyarakat. Dalam Kepmen ESDM No 62 tahun 2020 diatur bila harga minyak dunia turun, maka PT Pertamina harus menyesuaikan harga BBM.
"Ada formulasinya dan evaluasinya rata-rata per tiga bulan ya. Kalau (harga minyak mentah dunia) memang turun, ya (harga BBM non subsidi) harus turun juga,” kata Mamit.
Mamit menyampaikan, Pertamax yang baru naik di harga Rp 12.500 per liter, masih berada di bawah harga keekonomian yang mencapai Rp 16.000 per liter. “Maksud saya jangan ditekan juga Pertamina kalau harga minyak dunia turun terus karena mereka masih merugi,“ kata dia.