Pertamina Kembangkan Teknologi Tangkap Karbon di Kilang Balikpapan
PT Pertamina (Persero) dan Air Liquide Indonesia bekerja sama untuk mengembangkan teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU) di Unit Pengolahan Kilang Balikpapan.
Air Liquide Indonesia merupakan perusahan penyedia fasilitas produksi gas, oksigen, nitrogen, argon, dan hidrogen di Tanah Air.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengimplementasikan aspek Environment Social and Governance (ESG) serta mendukung penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Kesepakatan kerja sama ini diwujudkan dalam penandatanganan Joint Study Agreement (JSA) oleh Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati dan Group CEO Air Liquide, François Jackow. Penandatangan kerja sama tersebut dilaksanakan di Paris, Prancis pada Selasa (17/5) kemarin.
Dalam kerangka JSA ini, Pertamina dan Air Liquide akan melakukan studi bersama penerapan teknologi penangkapan CO2 Syngas dan Flue Gas dari produksi Hidrogen di area Kilang Balikpapan.
Emisi CO2 yang telah ditangkap kemudian akan dikompresi dan dialirkan ke area penyimpanan CO2 di cekungan Kutai Kalimantan Timur sebagai solusi untuk produksi Hydrogen rendah karbon atau Blue Hydrogen.
Selanjutnya, sebagian CO2 juga akan dikonversi menjadi produk bernilai tambah Methanol yang selanjutnya dapat dicampurkan dengan bahan bakar minyak untuk produksi bahan bakar rendah karbon.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury, mengatakan pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan emisi Net Zero pada tahun 2060 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No 98/2021.
Perpres tersebut diterjemahkan ke dalam 48 aturan turunan dan beberapa aturan sedang disusun seperti National Determined Contribution (NDC) per sektor, Carbon Economic Value, dan Pajak Karbon.
Menurut Pahala, inisiatif ini memiliki target mengurangi sekitar 85 juta ton CO2e per Tahun atau berkontribusi sebesar 10% pada NDC di tahun 2030.
“Penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dapat meningkatkan produksi minyak dan gas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan,” kata Pahala dalam keterangan tertulis pada Selasa (17/5).
Teknologi CCUS, sambung Pahala, memungkinkan kilang Pertamina untuk membuat CO2 yang tersedia baik untuk penyimpanan (CCS) atau penggunaan (CCU) dan mengintegrasikan sektor ini ke dalam ekonomi sirkular.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan penerapan teknologi CCUS merupakan salah satu inisiatif untuk mengurangi emisi karbon dari fasilitas kilang Pertamina sekaligus menjadi solusi peningkatan produksi migas di era transisi energi. "Saat ini transisi energi merupakan isu prioritas," ujar Nicke.
Pertamina, imbuh Nicke menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 30% dan meningkatkan bauran energi terbarukan dari 9,2% pada 2019 menjadi 17,7% pada 2030.
Nicke berharap, dengan ditandatanganinya JSA antara Pertamina dan Air Liquide ini akan membawa dampak positif bagi percepatan implementasi teknologi rendah karbon serta penyediaan Low Carbon Energy Resilience di Indonesia.
"Melalui kerja sama ini diharapkan akan mempercepat penerapan green technology dalam menyediakan energi rendah karbon sekaligus menjaga perubahan iklim global," tukas Nicke.