Bagaimana Nasib Batu Bara RI Jika Cina Buka Lagi Impor dari Australia?
Cina tengah mempertimbangkan untuk kembali membuka keran impor batu bara dari Australia yang telah berjalan selama dua tahun terakhir. Hal ini didorong kekhawatiran pasokan energi akan semakin ketat ketika sanksi embargo energi Rusia oleh Eropa mulai berlaku.
Beijing khawatir sanksi tersebut akan meningkatkan persaingan dalam mendapatkan pasokan batu bara, salah satunya dari Indonesia yang merupakan pemasok utama Cina. Meningkatnya persaingan juga berpotensi mendongkrak harga batu bara lebih tinggi lagi.
Negeri Panda menghentikan impor batu bara Australia pada akhir 2020 setelah Canberra melarang Huawei membangun jaringan 5G dan setelah perdana menteri Australia ketika itu, Scott Morrison, mendorong adanya penyelidikan terkait asal-usul virus corona.
Meskipun masih belum pasti apakah larangan impor tersebut benar-benar dicabut, beberapa perusahaan Cina dilaporkan sudah bersiap untuk melanjutkan impor dari negeri kangguru.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan apabila Australia kembali mengirim batu bara mereka ke Cina maka akan mempengaruhi harga komoditas dan pasar batu bara Indonesia.
Hendra pun tak berniat untuk berspekulasi lebih jauh karena dirinya mengaku belum mengetahui kapan larangan impor tersebut dicabut. "Pertama ini harus disikapi ya. Kapan ini dicabut, apakah baru indikasi atau prospek, jadi kami belum melihat secara ril dari dampaknya," kata Hendra kepada Katadata.co.id Senin (18/7).
Meski begitu, Hendra menyebut produk batu bara kalori rendah milik Indonesia masih mampu bersaing dengan kalori tinggi milik Australia. Hal itu disebabkan karena beberapa perusahaan di Cina sudah mulai menerapkan teknologi pengolahan batu bara dengan kualitas kalori rendah.
“Pasar yang akan menentukan. Tentunya akan berpengaruh terhadap harga komoditas dan juga pasar Indonesia, itu pasti," sambung Hendra. Simak databoks berikut:
Jika nantinya Cina membuka keran impor batu bara dari Australia, harga batu bara global diperkirakan turun walau masih bertengger di atas US$ 300 per ton. Adapun harga batu bara di Pasar ICE Newcastle pada Senin (18/7) malam berada di level US$ 385,05 per ton atau turun 3,74% dibandingkan harga pekan lalu di posisi US$ 400 per ton.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menjelaskan hal tersebut dikarenakan suplai energi Cina secara bertahap sudah kembali terpenuhi. "Jika itu (impor dibuka), harga batu bara global cenderung turun walau masih di atas US$ 300 per ton, karena konflik Rusia dan Ukraina masih terjadi," kata Mamit kepada Katadata.co.id.
Mamit mengatakan, harga batu bara akan terus bertengger di atas US$ 300 per ton selama konflik Rusia dan Ukraina belum mereda. "Misal konflik ini selesai bulan depan juga tidak serta merta langsung memulihkan ekonomi. Masih butuh waktu lama seperti apakah infrastruktur Rusia masih bisa meningktakan produksinya lagi," tukas Mamit.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengatakan bahwa Australia memiliki kesempatan untuk membangun energi positif, dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan yang baik dan stabil antara hubungan perdagangan dengan Cina.
Menghapus larangan impor batu bara Australia akan memberi Cina keleluasaan untuk membeli bahan bakar untuk pembangkit listrik atau batu bara metalurgi untuk pembuatan baja. Australia menyumbang hampir 30% dari total ekspor batu bara, menjadikannya pemasok terbesar setelah Indonesia.