Aktivitas Manufaktur Dunia Melemah, Harga Minyak Kembali Merosot Tajam
Harga minyak kembali merosot tajam setelah data aktivitas manufaktur di berbagai negara di dunia menunjukkan penurunan. Hal ini memicu kekhawatiran permintaan energi turun. Di sisi lain pasar menantikan pertemuan OPEC dan sekutunya terkait kebijakan pasokan.
Harga minyak berjangka Brent, yang menjadi acuan dunia, turun US$ 3,94 atau 3,8% ke US$ 100,03 per barel setelah pada sesi sebelumnya menyentuh US$ 99,09. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 4,73 atau 4,8% ke US$ 93,89 dan sempat menyentuh US$ 92,42 per barel.
Aktivitas manufaktur di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Asia mengalami pelemahan sepanjang Juli seiring turunnya permintaan global dan kebijakan pembatasan Covid-19 yang masih ketat di Cina memperlambat produksi. Ini semakin meningkatkan kekhawatiran ekonomi tengah menuju resesi.
Harga Brent dan WTI mengalami koreksi untuk dua bulan secara berturut-turut sejak Juni seiring tingginya inflasi dan suku bunga meningkatkan kekhawatiran resesi yang dapat mengikis permintaan bahan bakar. Meskipun masih ada masalah di sisi suplai yang masih ketat.
“Masih ada keterputusan data ekonomi dengan sisi penawaran. Pasar minyak masih sangat ketat, dan pasar gelisah menantikan pertemuan OPEC,” kata analis energi di Price Futures Phil Flynn seperti dikutip Reuters, Selasa (2/8).
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, bertemu pada hari Rabu untuk memutuskan produksi September.
Dua dari delapan sumber OPEC+ dalam survei Reuters mengatakan bahwa akan ada kenaikan moderat untuk produksi September yang akan dibahas pada pertemuan 3 Agustus. Sisanya mengatakan output kemungkinan akan tetap stabil.
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi bulan lalu untuk melobi Arab Saudi, salah satu produsen utama minyak dunia, untuk meningkatkan produksinya demi meredam inflasi dan tingginya harga bahan bakar di Amerika.
“Sementara kunjungan Presiden Biden ke Arab Saudi tidak menghasilkan pengiriman minyak langsung, kami percaya bahwa kerajaan akan membalas dengan terus meningkatkan produksi secara bertahap,” kata analis RBC Capital Helima Croft dalam sebuah catatan.
Sementara OPEC+ menargetkan untuk sepenuhnya memulihkan pengurangan produksinya pada bulan ini. Data menunjukkan bahwa produksi kelompok itu pada Juni masih hampir 3 juta barel per hari di bawah target produksinya karena beberapa negara produsen berjuang untuk mengembalikan operasional sumur.
Juga membebani harga adalah kenaikan produksi minyak Libya, yang mencapai 1,2 juta barel per hari, naik dari 800.000 barel per hari pada 22 Juli, setelah pencabutan blokade pada beberapa fasilitas minyak.