ESDM: Pembentukan Holding Harus Jamin PLN Lebih Efisien
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi wacana Kementerian BUMN yang bakal membentuk Holding dan subholding PLN pada tahun 2023. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, berharap holdingisasi di tubuh PLN bisa menjamin efisiensi dan meningkatkan kecepatan dalam menentukan keputusan yang berdampak pada penghematan APBN.
Holdingisasi adalah istilah yang merujuk pada penggabungan berbagai perusahaan di bawah satu perusahaan induk. "Dua itu saja yang kami titip. Tapi kalau ujug-ujug efisiensi yang berdampak pada APBN malah nambah, ya nanti dulu. Kami hanya ingin melihat terjadi efisiensi gak?" kata Rida saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (5/8).
Rida pun mengakui bahwa saat ini proses holdingisasi PLN masih terus berjalan. Walau begitu, Rida tak menjelaskan rincian teknis atau kelompok holding yang bakal dibentuk. "Kalau itu ranah BUMN karena bagian dari aksi korporasi," sambungnya.
Adapun, Kementerian BUMN berencana membentuk holding Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN yang tak efisien. Langkah ini ditempuh agar PLN lebih fokus mengejar transisi ke energi baru terbarukan (EBT). PLTU yang dirasa sudah tak efisien tersebut akan dikumpulkan menjadi satu di bawah perusahaan baru. Dari perusahaan baru tersebut, Kementerian BUMN dapat mendorong IPO.
Langkah ini dirasa dapat menyehatkan keuangan PLN karena berkurangnya beban operasional dari PLTU yang sudah tua. PLN pun akan mendapatkan dana segar dari proses IPO. Dana segar tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengejar proyek EBT. Saat ini Kementerian BUMN terus mendata beberapa PLTU yang akan dilebur dalam holding. Holding ini akan menggabungkan aset-aset PLTU yang dikelola oleh PLN dan anak usahanya.
Menanggapi hal tersebut, Rida menyebut hal itu sebagai upaya pemensiunan dini PLTU sebelum waktu kontrak habis. Pemensiunan sejumlah PLTU akan membuka ruang EBT lebih luas yang diharapkan bisa menarik minat investor. "Kalau ruang EBT lebar, investasi bakal masuk. Jadi selain energi kita makin hijau, Industri akan masuk, baik itu Independent Power Producer (IPP) maupun pabrik solar panel, turbin angin dan semua yang terkait dengan ekosistemnya," jelas Rida.
IPP adalah perusahaan produsen listrik yang dimiliki oleh swasta yang dibentuk oleh konsorsium untuk melakukan perjanjian Power Purchase Agreement (PPA) dengan pihak PLN. Perusahaan listrik swasta ini mulai dikenal sejak 1990-an dan salah satunya adalah PT Paiton Energy yang memasok kebutuhan listrik di wilayah Jawa Timur.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian BUMN tengah mematangkan rancangan salah satu subholding yang akan mengusung apa yang disebut dengan "Beyond Kwh". Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa rencana tersebut akan dimulai tahun ini secara virtual. Erick menjelaskan, nantinya peta jalan subholding "Beyond Kwh" akan diarahkan untuk lebih dari menjual listrik.
"Holding dan subholding PLN rencana tahun ini virtual dulu sebelum di dorong menjadi holding dan subholding tahun depan," ujarnya di Graha Pertamina Jakarta pada Senin (9/5), malam. Selain "Beyond Kwh" nantinya juga akan ada subholding "Power Plan" yang ditujukan untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam di tanah air menjadi sumber energi terbarukan.
Erick menjamin, adanya holding dan subholding di tubuh PLN tidak akan mengubah pola kerja yang sebelumnya sudah diterapkan. PLN tetap akan fokus pada transmisi dan retail listrik yang didorong dengan digitalisasi agar pelayanan yang diberikan ke masyarakat menjadi lebih baik. Pendiri Mahaka Group ini mengatakan Kementerian BUMN akan menggandeng perusahaan swasta dalam pengembangan holding dan subholding PLN.
Ia menilai era monopolistik akan semakin berat ke depannya, apalagi dengan adanya sejumlah sumber energi terbarukan.
"Saya rasa liberalisasi dalam kelistrikan bukan sesuatu program yang kita inginkan. Cuma kan bukan berarti kita tidak boleh bebenah atau introspeksi diri," ujar Erick.