Eropa Terpaksa Pakai Lagi Energi Fosil Minyak dan Gas karena Krisis
Komisaris Utama PT Pertamina Gas Negara (PGN) Arcandra Tahar menilai, perang Rusia dan Ukraina menimbulkan krisis energi yang kian meluas. Sejumlah negara di Eropa pun kembali menggunakan energi fosil minyak dan gas.
Norwegia misalnya, memperkuat kembali pasokan minyak dan gas (migas). Mereka menawarkan blok-blok migas baru.
Padahal, negara di Eropa itu sebelumnya berusaha memangkas produksi migas dari empat juta barel per hari (bph) menjadi satu juta bph pada 2050.
Inggris dan Belanda juga mendorong eksplorasi dan eksploitasi minyak. Keduanya mempercepat Final Investment Decision (FID) pada blok-blok Migas yang selama ini tersendat.
Kedua negara juga mempermudah perizinan. Selain itu, memberikan insentif pajak dan fiskal agar lapangan-lapangan marginal bisa segera dikembangkan.
“Di Inggris misalnya, lapangan Cambo, Marigold, Murlach, Rosebank dan Glendronach akan FID segera. Beberapa lapangan di Belanda juga akan FID segera seperti lapangan N05-A yang berbatasan dengan Jerman," kata Arcandra Tahar dalam pertemuan dengan Media di Jakarta, Kamis (18/8).
“Hal ini tentu akan menambah produksi minyak dan gas di Eropa,” tambah dia.
Langkah lain yang ditempuh oleh sejumlah negara di Eropa untuk mempercepat pemanfaatan energi fosil yakni mengganti operator atau investor. Mereka mencari mitra yang berminat dalam mengembangkan lapangan-lapangan yang selama ini terbengkalai.
Sebagian negara lainnya mengalihkan aset-aset swasta ke BUMN untuk memberikan kepastian pengembangan di lapangan migas. Dengan dukungan pemerintah dan kontrol penuh negara terhadap BUMN, lapangan migas yang selama ini ditinggalkan diharapkan kembali dieksplorasi.
Langkah itu bertujuan memperkuat ketahanan energi di negara tersebut. "Banyak negara di Eropa yang mengalami krisis energi mulai kembali melakukan eksplorasi terhadap energi fosil yang sebelumnya mereka abaikan," ujar Archandra.
Perang Rusia dan Ukraina memang telah membuat 4% pasokan minyak ke pasar dunia terganggu. Padahal, permintaan meningkat seiring pemulihan ekonomi dunia dari pandemi Covid-19.
Akibatnya, harga energi terus melambung dan mendorong lonjakan inflasi, serta krisis energi di banyak negara di dunia. “Strategi-strategi yang dilakukan oleh Eropa itu tentunya bisa menjadi insight bagi Indonesia dalam pengelolaan energi ke depan," ujarnya.