INDEF: Kenaikan Harga BBM Seharusnya Bertahap seperti Cukai Rokok
Ekonom menilai keputusan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar 23,5% pada akhir pekan lalu merupakan tindakan yang tergesa-gesa.
Mulai Sabtu (3/9) lalu, pemerintah resmi menaikkan harga Pertalite sebesar Rp 2.350 per liter, dari semula Rp 7.650 per liter menjadi Rp. 10.000 per liter.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan, pemerintah mestinya menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap, seperti halnya kenaikan harga cukai pada komoditas rokok.
Menurut Tauhid, hal tersebut bisa menurunkan jumlah migrasi konsumen yang ditimbulkan dari jurang disparitas harga yang lebar antara Pertalite dan Pertamax yang mencapai Rp 4.500 per liter. Kini, harga Pertamax berada di kisaran Rp 14.500 per liter.
"Semestinya naiknya bertahap tiap sebulan sekali, seperti rokok yang cukainya naik per tahun sampai 12% tapi naiknya per bulan Rp 100, Rp 200 sampai Rp 1.000. Ini masyarakat gak terasa, masih bisa disesuaikan dengan batas sosiologis dan inflasinya," kata Tauhid saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (7/9).
Tauhid menuturkan, keputusan pemerintah yang menaikan harga Pertalite secara langsung akan melemahkan daya beli masyarakat. Pasalnya, meroketnya harga Pertalite diikuti oleh naiknya harga komoditas pangan seperti telur, cabai dan beras.
"Kalau harga Pertalite naik hampir 30% gini kan masyarakat pasti langsung terpukul," ujar Tauhid.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional atau Bapanas, rata-rata nasional harga beras medium naik Rp 30 per kg sejak pengumuman kenaikan harga BBM pada 3 September 2022 menjadi Rp 10.870 per kilogram (Kg) pada hari ini, Senin (5/9).
Harga beras medium tertinggi ada di Papua atau senilai Rp 13.070 per Kg, sedangkan yang termurah ada di Sulawesi Selatan atau hanya Rp 9.560 per Kg.
Sementara itu, rata-rata nasional harga beras premium mencapai Rp 12.410 per kg. Angka tersebut naik 0,48% atau Rp 60 per kg dari capaian harga per 29 Agustus 2022 senilai Rp 12.350 per kg.
Bapanas mencatat harga cabai merah keriting saat ini adalah Rp 65.690 per kg atau naik Rp 7.510 selama seminggu terakhir. Lonjakan harga terbesar terjadi pada 3 hari terakhir atau sebesar Rp 4.830 dari Rp 60.860 per kg pada 2 September 2022.
Adapun, cabai rawit merah kini dijual Rp 58.200 per kg di pasar eceran atau naik Rp 4.610 selama seminggu terakhir. Sebelum pengumuman BBM atau pada 2 September 2022, rata-rata nasional harga cabai rawit merah adalah Rp 54.870 per kg.
Bank Mandiri memperkirakan tingkat inflasi Indonesia pada akhir tahun 2022 akan melebihi target sasaran Bank Indonesia (BI). Adapun batas atas yang ditetapkan oleh otoritas adalah 4% secara tahunan atau yoy. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM diperkirakan bisa mendorong laju inflasi tahunan ke 6% pada akhir 2022.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan menilai, kenaikan harga BBM akan berdampak serius pada harga pangan di pasar tradisional, khususnya di daerah dengan tingkat konsumsi tinggi seperti DKI Jakarta.
Hal ini disebabkan oleh jauhnya jarak antara daerah konsumsi tinggi dan sentra produksi pangan. Reynaldi mencontohkan pasokan bawang merah di Jakarta yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah. Sementara itu pasokan telur ayam di Ibu Kota berasal dari Jawa Timur.
"Jadi, sembilan bahan pokok ini akan ada kenaikan harga jika harga BBM naik, karena hampir semua komoditas yang saya katakan itu memakai cara distribusi tradisional. Kami belum hitung presentasi kenaikannya, tapi estimasinya akan besar kalau BBM naik sampai Rp 10.000 per liter," kata Reynaldi.