Bos Pertamina: Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Wewenang Pemerintah
Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, perseoran memiliki kewenangan untuk menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan kondisi harga pasar. Akan tetapi, hal itu hanya berlaku pada BBM non-subsidi atau jenis bahan bakar minyak umum seperti Pertamax, Pertamina Dex, Dexlite, dan Pertamax Turbo.
"Penentuan harga jenis bahan bakar minyak umum jadi kewenangan Pertamina. Kalau harga minyak turun, harga BBM-nya juga turun" kata Nicke dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR pada Kamis (8/9).
Dalam penentuan harga bahan bakar umum, Pertamina menghitung lewat rumusan yang ditentukan oleh Pemerintah. Salah satunya adalah harga minyak mentah Indonesia atau ICP.
"Pemerintah tetapkan formula tiap bulan. Itu kita bisa melakukan penyesuaian harga berdasarkan harga ICP, berapa harga index pasar. Itu yang menjadi dasar kami turunkan harga BBM non subsidi," jelasnya.
Nicke memberi catatan khusus untuk Pertamax. Walau masuk dalam kategori bahan bakar non subsidi, harganya tetap ditekan di bawah harga pasar untuk mencegah perpindahan konsumen Pertamax ke Pertalite akibat selisih harga yang lebar.
Khususnya pada BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar, Pertamina tak bisa begitu saja menurunkan atau menaikan harga. "Solar dan Pertalite itu kewenangan pemerintah harganya," ujar Nicke.
Lebih lanjut, kata Nicke, konsumsi BBM Pertalite mayoritas mengalir ke masyarakat mampu yang mencapai 80%. Sementara 20% sisanya dinikmati oleh masyarakat tidak mempu. Berdasarkan volume penjualan, 70% dikonsumsi roda empat.
"Untuk roda empat itu 97.8% kendaraan pribadi, ojek daring hanya 2,2%, taksi daring hanya 0,6%, angkot 0,4%, taksi kuning 0,3%. Pertalite banyak dikonsumsi kendaraan pribadi," ujarnya. "Sembari tunggu revisi Perpres 191, kami sudah masukkan data-data ke dalam sistem digitalisasi SPBU."
Adapun Solar 74% disalurkan ke kendaraan darat, perikanan 13,6%, pertanian 6,6%, pelayanan umum 0,3%, industri kecil 0,5%, dan transportasi khusus 5,1%. Secara umum, kendaraan barang logistik menjadi sektor dengan serapan tertinggi mencapai 60%. Disusul oleh truk tambang perkebunan 13% dan 9,6% untuk mobil penumpang roda barang.