Harga Minyak Anjlok 3% karena Ekspektasi Permintaan Global Melemah

Tia Dwitiani Komalasari
16 September 2022, 07:19
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai
Zukiman Mohamad/Pexels
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai

Harga minyak berjangka turun lebih dari 3% ke level terendah selama sepekan terakhir pada penutupan perdagangan Kamis (15/9). Penurunan tersebut didorong oleh permintaan global yang melemah dan juga pasar yang memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunganya lebih agresif.

Brent berjangka turun US$ 3,26 atau 3,5% menjadi US$90,84 per barel. Sementara Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 3,38 atau 3,8% menjadi US$ 85,10 per barel.

Penurunan harga minyak di Amerika Serikat juga didorong oleh aksi pekerja kereta api yang mengancam mogok. Selain itu, pelemahan juga didorong oleh adanya proyeksi pelemahan ekonomi global.

Beberapa negara diperkirakan akan tergelincir ke dalam resesi pada 2023. Namun demikian, International Moneter Fund atau IMF mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkn apakah resesi tersebut akan terjadi dalam skala global.

Harga minyak tertekan bayangan stagflasi

Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, mengatakan bahwa dia khawatir terjadi stagflasi umum dalam skala global. Stagflasi adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi rendah, namun inflasi tinggi.

Penguatan Dolar AS juga mempengaruhi permintaan minyak karena membuat harga bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

"Fundamental minyak sebagian besar masih bearish karena prospek permintaan Cina tetap menjadi tanda tanya besar dan karena inflasi yang melawan Fed tampaknya siap untuk melemahkan ekonomi AS," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (16/9).

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan minggu ini bahwa pertumbuhan permintaan minyak akan terhenti pada kuartal keempat.

Harga minyak mentah telah turun secara substansial setelah lonjakan mendekati level tertinggi sepanjang masa pada Maret. Hal itu dipicu  kekhawatiran pasar akan pengurangan pasokan setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Sementara itu, Eksekutif Uni Eropa, berencana untuk mengumpulkan lebih dari 140 miliar euro ($ 140 miliar) untuk melindungi konsumen dari melonjaknya harga energi. Pengumpulan dana tersebut dengan mengurangi pendapatan dari generator listrik berbiaya rendah dan juga pemungutan dari perusahaan bahan bakar fosil.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...