Larangan Ekspor Timah Munculkan Kekhawatiran Pasokan Tak Terserap
Kementerian ESDM terus mendorong percepatan hilirisasi sebelum memberlakukan larangan eskpor timah balok atau tin ingot. Alasannya, serapan timah batangan untuk hilirisasi di dalam negeri saat ini hanya 5%.
“Sumber Kemenperin hanya 5% dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika perlarangan ekspor tin ingot itu terjadi,“ kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Ridwan Djamaluddin dalam paparannya di Indonesia Tin Conference 2022 di Hotel Grand Hyatt, Rabu (19/10).
Kondisi serapan industri lokal yang minim menimbulkan kekhawatiran potensi limpahan timah batangan yang tak terserap di pasar dalam negeri. Adapun sejauh ini, ujar Ridwan, rencana larangan ekspor timah batangan masih di tahap audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Audit diputuskan dalam rapat antar Kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Agustus lalu. "Hilirisasi ini jadi kewajiban sembari bagaimana kita menyiapkan diri. Jangan sampai kita bisa buat, tapi kita tidak bisa jual," ujar Ridwan.
Meski demikian, Ridwan mengaku tak tahu menahu perihal pelaksanaan larangan ekspor timah batangan. Kementerian ESDM bersama dengan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung tengah mengkaji ulang tata niaga timah untuk mengetahui kondisi riil rantai pasok komoditas tersebut.
“Dari sana kita akan membuat rencana kalau nanti kita larang ekspor tin ingot agar proses ini bisa berjalan lancar. Adapun rencana pelarangan ekspor tin ingot, kami tidak tahu, sepenuhnya kewenangan dan arahan pimpinan," imbuh Ridwan.
Wacana pelaksanaan larangan ekspor timah dalam bentuk ingot atau timah batangan kian santer usai Kementerian ESDM menyusun dokumen kajian untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Selasa (21/5), Ridwan mengatakan 98% timah batangan yang diproduksi di Indonesia masih ditujukan untuk pasar ekspor. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir timah terbesar di dunia. Sementara 2% sisanya untuk pasar domestik.
Dengan kondisi tersebut, Ridwan menilai perlu ada investasi yang besar di sektor hilir untuk membangun industri pengolahan di dalam negeri. Industri pengolahan timah di dalam negeri diperlukan untuk mengolah timah batangan yang sebelumnya dikirim ke luar negeri agar bisa digunakan di pasar domestik.
Pada tahun ini, Pemerintah menargetkan produksi timah sebesar 70.000 ton. Adapun hingga Mei 2022, produksi timah menyentuh angka 9.654,73 ton, dengan penjualan mencapai 9.629,68 ton.
Ridwan mencatat, Indonesia merupakan produsen timah nomor dua di dunia setelah Cina, dengan cadangan timah mencapai 800 ribu ton atau 17% dari total cadangan timah dunia yang tercatat 4.741.000 ton.
Wilayah Kepulauan Bangka Blitung menjadi tabungan cadangan logam timah terbesar di Indonesia dengan persentase 91% dari cadangan timah nasional.