Imbas Larangan Ekspor, Produksi Bauksit 2023 Diproyeksi Anjlok 38%

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Januari 2023, 18:01
bauksit, produksi bauksit, larangan ekspor bauksit
123RF
Foto ilustrasi ekstraksi bauksit dengan metode terbuka di tambang perusahaan penambangan dan pengolahan.

Kouta produksi bijih bauksit pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 31 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 50 juta ton.

Hal ini lantaran kekhawatiran pelaku usaha yang melihat potensi bijih bauksit yang tak terserap pasar domestik akibat kondisi fasilitas pengolahan mineral (smelter) yang belum optimal di tengah kebijakan larangan ekspor pada Juni mendatang.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, mengatakan bahwa volume rata-rata produksi secara tahunan yang tertulis di rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) mencapai 50 juta ton per tahun dari total 16 perusahaan pertambangan bauksit.

Menurut Rizal, para pelaku usaha kini menyesuaikan kapasitas smelter dengan rencana produksi perusahaan. Volume rata-rata tahunan sebesar 50 juta ton diprediksi hanya bisa terealisasi 31 juta ton pada tahun 2023.

Hal ini berangkat dari hitung-hitungan perusahaan yang melihat adanya potensi 19 juta ton bauksit mentah yang tak terserap akibat keterbatasan fasilitas smelter.

"Karena ada 19 juta ton yang belum ada alokasinya. Belum jelas dialokasikan kemana karena beberapa smelter belum selesai," kata Rizal saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (10/1).

Rizal menyebut, para pelaku usaha yang tidak menyelesaikan maupun tidak membangun smelter berpotensi berhenti beroperasi karena hasil bauksit mentah yang ditambang tidak bisa diolah maupun di jual ke luar negeri.

Sebagai alternatif, perusahaan harus membuat kongsi atau bekerja sama dengan perusahan yang sudah membangun smelter. "Berarti akan ada perusahaan yang tidak terafiliasi dengan smelter itu akan berhenti dan gak bisa ekspor," ujar Rizal.

Dia juga menyampaikan bahwa beberapa perusahaan tambang bauksit belum menerima persetujan RKAB dari Kementerian ESDM sehingga menimbulkan ancaman penundaan produksi pada awal tahun ini.

Menurut Rizal, hal ini terjadi lantaran ada perubahan wewenang persetujuan RKAB dari semula yang diteken oleh Menteri ESDM beralih kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba).

"Seharusnya RKAB sudah keluar di akhir Desember. Kalau tidak para pengusaha tidak bisa produksi di Januari," kata Rizal.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...