Rombak Total, Pembentukan Lembaga Pungutan Ekspor Batu Bara Stagnan
Kementerian ESDM masih merampungkan aspek teknis ihwal mekanisme lembaga pungutan ekspor batu bara dalam bentuk Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP.
Pembahasan mengenai pembentukan lembaga pungutan dana ekspor itu kembali ke tahap awal seiring perubahan skema yang sebelumnya disepakati berbentuk Badan Layanan Umum (BLU).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, menyampaikan bahwa pengkajian lembaga pungutan ekspor masih dibahas di tingkat antar kementerian. Dirinya pun belum tahu kapan lembaga salur-pungut dana ekspor batu bara itu dapat berjalan.
"Saya belum tahu. Prosesnya sebenarnya sudah jauh, dulu sudah mau selesai dengan skema BLU-nya, sekarang kan jadi MIP," kata Irwandy saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (3/3).
Irwandi menyampaikan bahwa pembahasan lembaga pungut salur itu relatif masih membahas aspek konsep dan belum merambah ke tahap-tahap spesifik seperti besaran tarif pungutan hingga lembaga keuangan yang bertugas untuk mengelola uang pungutan tersebut.
Himpunan Bank Negara atau Himbara sempat dikabarkan menjadi pihak yang bakal mengelola dana MIP. "Besaran iuran masih diproses, pembahasannya belum menyentuh detil," ujarnya. "MIP sedang jalan, menggantikan BLU, tapi prinsipnya sama saja, hanya kumpul dan salur."
Sebelumnya, pemerintah bersama pelaku usaha batu bara telah sepakat untuk mengubah mekanisme pelaksanaan pungutan ekspor batu bara menjadi MIP PNBP dari sebelumnya berbentuk BLU.
Perubahan ini ditujukan untuk menghindari kewajiban alokasi pendanaan untuk pemenuhan layanan dasar seperti penyaluran derma kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan UMKM seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan BLU.
Ketua Indonesia Mining & Energy Forum, Singgih Widagdo, menyampaikan bahwa implementasi pungutan dana ekspor batu bara melalui BLU menimbulkan konskuensi yang mewajibkan sebagian hasil setoran untuk alokasi dana pendidikan dan kesehatan sekira 15-25%.
Singgih pun menjelaskan bahwa mekanisme pelaksanaan MIP berbeda dengan konsep kerangka kerja BLU yang bakal meniru Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS. Menurutnya, peran MIP nantinya hanya akan menjalankan fungsi tunggal yakni sebagai lembaga 'himpun-salur'.
Melalui skema himpun-salur tersebut, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO, yakni US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.
Adapun selisih harga jual pasar akan dibayarkan kepada pengusaha lewat dana yang dihimpun oleh MIP. Adapun sumber dana MIP berasal dari pungutan ekspor batu bara.