Harga Bahan Bakar Turun, Pakar: Tak Ada Alasan Naikkan Tarif Listrik
Sejumlah pakar ekonomi menilai pemerintah tak perlu menaikan tarif listrik PLN untuk periode triwulan II 2023. Pernyataan itu merujuk kepada kondisi 4 parameter pembentuk tarif yang cenderung mengalami penurunan dibandingkan periode triwulan I.
Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan bahwa empat parameter yang menentukan besaran tarif listrik seperti nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS, tingkat inflasi, harga batu bara acuan (HBA), dan harga minyak mentah Indonesia atau ICP tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Sehingga, kata Fahmy, pemerintah tak punya alasan untuk menaikan tarif listrik sejak April hingga Juni 2023. "Saya pikir pemerintah tidak akan menaikan tarif listrik karena 4 variabel tersebut besarannya tak jauh berbeda pada periode saat ini," kata Fahmy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (15/3).
Lebih lanjut, kata Fahmy, harga bahan bakar pembangkit listrik berupa batu bara dan BBM cenderung mengalami penurunan signifkan dibandingkan periode triwulan I. Harga batu bara di Pasar ICE Newcastle hari ini berada di level US$ 175 per ton atau merosot hingga 102% dari posisi harga tiga bulan lalu sebesar US$ 355 per ton.
Harga batu bara dinilai menjadi parameter penting dalam penentuan tarif listrik mengingat 60% produksi seterum domestik berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. "Dengan indikasi itu, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menaikan tarif listrik," ujar Fahmy.
Narasi serupa juga dikatakan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga. Dia melihat bahwa komponen bahan bakar minyak dan batu bara mengalami penurunan harga. Sehingga pemerintah semestinya juga ikut menurunkan tarif listrik.
"Dengan kondisi seperti saat ini, mestinya tarif listrik cenderung turun ya," kata Daymas saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (15/3).
Dia juga menyoroti kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang cenderung melemah. Kendati demikian, posisi tersebut dinilai tak berdampak besar jika dibandingkan dengan harga bahan bakar yang menurun.
"Meski rupiah melemah dan ICP dan HBA menggunakan dolar, tapi itu tidak terlalu signifikan dibandingkan turunnya harga bahan bakar," ujar Daymas.
Sebelumnya, Kementerian ESDM tengah merumuskan hitung-hitungan penyesuaian tarif listrik untuk periode bulan April hingga Juni 2023. Penyesuaian tarif listrik rutin dilaksanakan tiap tiga bulan sekali.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Parada Hutajulu, mengatakan angka penyesuaian tarif listrik dalam diumumkan dalam waktu dekat.
Adapun penyesuaian tarif listrik ini masih dalam tahap pembahasan di lingkup Kementerian ESDM. "Tunggu saja pengumuman resminya," kata Jisman saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (14/3).
Pemerintah memutuskan untuk mempertahankan tarif listrik pada periode triwulan pertama tahun 2023. Penetapan tarif listrik ini merupakan langkah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi setelah meredanya Pandemi Covid-19.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa pemerintah tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan rumah tangga 450-900 Volt Ampere (VA). Dia juga menyampaikan pada periode ini tidak ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi.
Parameter penetapan tarif listrik periode tersebut ditentukan oleh realisasi parameter ekonomi makro. Beberapa adalah kurs rupiah di angka Rp 15.079,96 per dolar AS, Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$ 89,78 per barel, Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar Rp 920,41 per kg dan inflasi 0,28%.
Adapun kurs rupiah saat ini berada di kisaran Rp 15.464 per dolar AS atau melemah dibandingkan periode untuk perhitungan tarif listrik Januari-Maret 2023. Di sisi lain ICP dan HBA terpantau terus turun. ICP Februari turun ke US$ 79,48 per barel, sedangkan HBA Februari US$ 277,05 per ton, dan inflasi 0,16%.