Alih Kelola Belum Rampung, Proyek Migas Laut Dalam IDD Jalan Awal 2024
SKK Migas mengabarkan bahwa proyek Indonesia Deepwater Development atau IDD fase II yang berlokasi di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur bakal berjalan paling lambat pada awal 2024. Target ini mundur dari rencana pada awal 2023.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menjelaskan proses peralihan saham IDD antara perusahaan migas asal Italia, ENI dengan Chevron masih berlangsung. ENI bakal menjadi operator proyek dengan kepemilikan saham mayoritas sebesar 82%.
"Peralihan itu membutuhkan waktu untuk analisa legal dan sebagainya, tapi sejauh ini dari laporan ENI dan Chevron, proses berjalan dengan baik," kata Dwi saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (31/3).
Kendati masih melakukan beragam analisa, Dwi menjamin pergantian operator blok tersebut dapat segera selesai dalam waktu dekat sehingga bisa segera dilakukan revisi rencana pengembangan maksimal pada kuartal IV tahun ini. "Urusan pergantian targetnya selesai pertengahan tahun ini, sehingga tahun depan sudah bisa efektif," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan bahwa pemerintah dan ENI sudah sepakat untuk menjalankan proyek IDD paling lambat pada awal tahun 2023.
"ENI akan menjalankan mudah-mudahan akhir tahun ini dan awal tahun depan bisa menjalankan IDD," kata Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII pada Selasa (13/12/2022).
ENI resmi menjadi pengelola proyek IDD usai mengambil hak partisipasi atau participating interest (PI) dari PT Chevron Pacific Indonesia.
Langkah ENI dalam upaya ambil alih blok migas ini cukup strategis karena telah memiliki fasilitas produksi tak jauh dari IDD, yaitu Blok Muara Bakau dan Lapangan Merakes, Blok East Sepinggan, Kalimantan Timur. Lokasi tersebut paralel dengan lokasi IDD di Cekungan Kutai, provinsi yang sama.
Proyek IDD merupakan salah satu dari empat proyek strategis nasional atau PSN dengan potensi produksi mencapai 844 million standard cubic feet per day (mmscfd) untuk gas alam dan minyak bumi 27.000 barrel of oil per day (bopd).
Chevron hengkang dari proyek itu dikarenakan perusahaan menganggap proyek tahap IDD tahap II yang terdiri dari Blok Ganal dan Blok Rapak tidak masuk keekonomian perusahaan.
Proyek tersebut juga tak dapat bersaing dengan portofolio Chevron secara global. Perusahaan asal Amerika Serikat itu disebut-sebut bakal melego hak partisipasinya seharga US$ 5 miliar atau sekitar Rp 73 triliun.