Volume Penjualan Turun, Ekspor Migas dan Batu Bara Merosot Hampir 8%
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan nilai ekspor migas dan batu bara pada April mengalami penurunan seiring dengan volume penjualan yang lebih kecil.
Ekspor migas tercatat mencapai US$ 1,26 miliar atau turun 5,95% dari bulan sebelumnya. Penurunan nilai ekspor migas pada bulan ini merupakan kondisi musiman setelah libur Hari raya Idul Fitri pada Maret.
Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS, Imam Machdi, menyampaikan bahwa penurunan ekspor migas sebesar 5,95% tersebut dikarenakan kondisi ekspor minyak mentah turun sebesar 59,37% dan juga gas turun sebesar 7,95%.
Adapun total nilai ekspor April mencapai US$ 19,29 miliar dengan sumbangan terbesar dari sektor industri pengolahan mencapai US$ 12,99 miliar. Di susun dengan sektor tambang senilai US$ 4,75 miliar, sektor migas US$ 1,26 miliar dan sektor pertanian sejumlah US$ 290 juta.
"Secara bulanan, semua sektor mengalami penurunan nilai ekspor," kata Imam dalam konferensi pers daring pada Senin (15/5).
Kondisi serupa juga terjadi pada sektor tambang yang dilaporkan turun 7,84% secara bulanan. Sektor tambang berupa batu bara, bijih besi, bijih biobium, tantalum, vanadium atau zircinium. Imam menjelaskan, penurunan nilai ekspor batu bara disebabkan oleh merosotnya volume penjualan ke luar negeri.
"Terlepas dari momen Idul Fitri, penurunan nilai ekspor batu bara disebabkan oleh penurunan volume ekspor," ujar Imam.
Penurunan volume ekspor pada komoditas energi tercermin dari melandainya nilai ekspor yang signifikan. Penurunan ekspor bahan bakar mineral ke Cina mencapai US$ 379,9 juta dan US$ 77,1 juta untuk pengiriman ke Jepang.
Harga batu bara terus merosot selama enam bulan terakhir. Harga batu bara di Pasar ICE Newcastle pada Senin (15/5) berada di level US$ 176,6 per ton atau turun 8,7% dari harga tertinggi pekan lalu US$ 192,1.
Penurunan harga ini pun dirasakan oleh pengusaha batu bara di dalam negeri. Meski begitu, pengusaha menilai harga batu bara masih cukup bagus.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan meski harga batu bara merosot, namun harga saat ini masih jauh lebih tinggi dari rerata harga sepuluh tahun terakhir.
"Harga batu bara diproyeksi masih bagus tahun ini," kata Hendra kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat pada Senin (15/5).
Menurutnya ada beberapa faktor yang memengaruhi fluktuasi harga batu bara, diantaranya pasokan dan permintaan, cuaca, pertumbuhan ekonomi, isu geopolitik dan spekulasi trading. Aspek lainnya termasuk faktor bencana alam, kebijakan pemerintah, harga produk subsitusi hingga masalah rantai pasok.
Lebih lanjut, kata Hendra, walaupun pelaku usaha telah mengetahui komponen pembentuk harga batu bara global, sulit untuk memprediksi harga batu bara dalam jangka panjang. "Jika proyeksi harga sampai akhir tahun sulit untuk memprediksi," ujar Hendra.