MIND ID Minta Indeks Harga Nikel Perhitungkan Fundamental Industri
PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) menanggapi wacana pembentukan indeks harga nikel Indonesia atau Indonesia Nickel Prices Index. Mereka menilai, indeks itu bisa menjadi acuan harga dalam transaksi jual-beli nikel di pasar domestik.
Sekretaris Korporasi MIND ID, Heri Yusuf, menyampaikan bahwa rencana pembentukan indeks harga nikel Indonesia berdasarkan pada pertimbangan cadangan nikel di Indonesia yang didominasi oleh jenis nikel kelas dua.
"Jika rencana pembentukan indeks harga nikel Indonesia akan dijalankan sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor fundamental dalam industri nikel di Indonesia, seperti cadangan, produksi dan konsumsi," kata Heri kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat pada Jumat (19/5).
Bisnis jual-beli nikel domestik selama ini menggunakan referensi harga patokan mineral (HPM) yang selama ini mengacu pada rerata harga nikel di pasar London Metal Exchange (LME).
Transaksi nikel di pasar LME merujuk pada jenis nikel kelas satu sebagai bahan baku kendaraan listrik. Sementara produksi dan transaksi nikel di Indonesia mayoritas berasal dari jenis kelas dua seperti nickel pig iron (NPI) feronikel hingga nikel matte yang menjadi bahan baku pembuatan stainless steel.
Sebagai induk atau holding industri pertambangan nasional, MIND ID mengaku sejauh ini belum terlibat dalam pembicaraan khusus terkait wacana pembentukan indeks harga nikel Indonesia. Kendati demikian, MIND ID siap mendukung kebijakan, serta terlibat dalam pembahasan ini.
"Pembentukan indeks nikel Indonesia sebaiknya juga mendapatkan dukungan pembuat kebijakan di Indonesia sehingga indeks tersebut nantinya dapat diperhitungkan di dalam penetapan harga acuan nikel," ujar Heri.
MIND ID melalui anggota holing, PT Aneka Tambang (Antam), saat ini masih menggunakan harga acuan berupa HPM yang diterbitkan pemerintah untuk negosiasi penjualan bijih nikelnya.
Volume produksi bijih nikel konsolidasian Antam pada triwulan I 2023 mencapai 3,41 juta wet metric ton (wmt), naik 17% dibandingkan volume produksi triwulan I 2022 sebesar 2,92 juta wmt.
Pertumbuhan tingkat produksi bijih nikel ditujukan untuk mendukung pemenuhan volume penjualan bijih nikel yang tumbuh positif pada periode triwulan I 2023. Sementara volume penjualan bijih nikel konsolidasian Antam mencapai 3,44 juta wmt, tumbuh 48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,33 juta wmt.
Sementara itu, terkait dengan kinerja produksi dan penjualan komoditas nikel pada triwulan I 2023, Antam mencatatkan volume produksi feronikel sebesar 5.437 ton nikel dalam feronikel, dengan capaian volume penjualan produk feronikel mencapai 4.287 ton.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa indeks harga nikel Indonesia dapat menjadi instrumen yang mengatur transaksi nikel dalam negeri.
Fungsi indeks harga nikel Indonesia akan mirip dengan skema harga batu bara acuan atau HBA yang mengatur besaran kewajiban tarif royalti pelaku usaha batu bara di dalam negeri. “Pemerintah sedang berpikir untuk punya tempat sendiri supaya bisa atur harga itu,” kata Luhut di Hotel Westin Jakarta pada Senin (9/5).
Indeks harga ini ditujukan untuk mengurangi selisih harga yang muncul dari nilai aktualisasi penjualan nikel dengan harga patokan mineral yang selama ini mengacu pada rerata harga nikel di pasar London Metal Exchange. “Kita juga pingin atur harga sendiri, masak LME yang mengatur harga nikel kita,” ujar Luhut.