Harga Minyak Naik, Produsen Diprediksi Akan Kurangi Produksi
Harga minyak mentah berjangka menguat pada akhir perdagangan Selasa (24/5) waktu setempat. Hal itu dipengaruhi komentar terbaru Menteri Energi Arab Saudi yang mendorong ekspektasi pengurangan produksi oleh negara-negara penghasil minyak.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli terkerek 86 sen atau 1,19 persen, menjadi US$ 72,91 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli menguat 85 sen atau 1,12 persen, menjadi ditutup US$ 76,84 per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak bergerak lebih tinggi pada Selasa (23/5) setelah Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salma berkomentar "hati-hati" pada short-selliers. Short Selliers merujuk pada pembeli jangka pendek yang saat ini bertaruh bahwa harga akan turun.
Analis pasar senior di OANDA, Craig Erlam, mengatakan jika "hati-hati" merupakan pesan yang diucapkan menjelang pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau OPEC dan mitranya awal bulan depan.
"Ini mungkin merupakan tanda bahwa kelompok tersebut sedang mempertimbangkan untuk memangkas produksi sekali lagi di tengah prospek ekonomi global yang lebih sura," kata Erlam.
Erlam menambahkan, harga minyak mentah Brent perlu naik di atas US$ 77,50 per barel untuk menandakan pergeseran sentimen.
Kedua harga acuan minyak memperpanjang kenaikan menjadi sekitar dua persen setelah angka dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan penurunan besar dalam produksi minyak mentah dan bensin pekan lalu.
Sementara itu, survei S&P Global memperkirakan persediaan minyak mentah dan bensin komersial AS akan turun 500.000 barel dan 800.000 barel minggu lalu.
Berikut perkembangan harga minyak dunai dalam tiga bulan terakhir, seperti tertera dalam grafik.