Harga Minyak Kembali Naik Imbas Proyeksi Positif Ekonomi AS

Tia Dwitiani Komalasari
9 Agustus 2023, 07:08
Foto udara kapal Floating Storage Offloading (FSO) Arco Ardjuna Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) melakukan proses lifting minyak ke kapal tanker di perairan utara Subang, Laut Jawa, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). FSO Arco Ardjuna y
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Foto udara kapal Floating Storage Offloading (FSO) Arco Ardjuna Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) melakukan proses lifting minyak ke kapal tanker di perairan utara Subang, Laut Jawa, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). FSO Arco Ardjuna yang berkapasitas 1 juta barel minyak tersebut memiliki tugas penting sebagai fasilitas pe­nampung hasil produksi minyak mentah lapangan PHE ONWJ yang selanjutnya dikirim ke oil tanker untuk dibawa ke kilang minyak.

Harga minyak naik lebih tinggi pada penutupan perdagangan Selasa (8/8). Lembaga pemerintah AS memproyeksikan prospek ekonomi yang lebih cerah, sehingga mampu mengimbangi data ekspor dan impor minyak mentah Cina yang melemah.

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik 83 sen menjadi US$ 86,17 per barel. Sementara harga Minyak mentah antara West Texas Intermediate AS naik 98 sen menjadi $82,92.

Harga minyak acuan tersebut sempat turun US2 di awal sesi. Namun, harga berbalik arah setelah laporan bulanan dari Energy Information Administration (EIA) AS memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto naik sebesar 1,9% pada tahun 2023, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,5%.

EIA juga memperkirakan harga minyak mentah Brent rata-rata US$ 86 pada semester II-2023, naik sekitar US$ 7 dari perkiraan sebelumnya.

Laporan tersebut menyatakan, produksi minyak mentah AS diperkirakan akan meningkat 850.000 barel per hari (bpd) ke rekor 12,76 juta bpd pada tahun 2023. Angka tersebut melampaui produksi sebelum pandemi atau pada 2019 sebesar 12,3 juta bpd.

Harga minyak mentah telah meningkat sejak Juni 2023, terutama karena perpanjangan pemotongan sukarela untuk produksi Arab Saudi serta meningkatnya permintaan global, kata EIA.

Meskipun data suram, beberapa analis masih positif pada prospek permintaan bahan bakar Cina untuk Agustus hingga awal Oktober.

Arab Saudi telah melanjutkan kebijakan pengurangan produksi sebesar 1 juta barel per hari hingga September, meskipun harga minyak Brent sudah naik di atas US$ 80.

"Arab Saudi mungkin menargetkan harga yang lebih tinggi dari US$80", kata Vivek Dhar, ahli strategi komoditas pertambangan dan energi di Commonwealth Bank of Australia, dikutip Rabu (9/8).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...