PLN Operasikan PLTS di Perbatasan dengan Malaysia
PLN mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS berkapasitas 371 kWp + 708 kWh baterai di Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Ini merupakan daerah perbatasan darat dengan Sarawak, Malaysia.
"Ini menjadi kado terindah bagi ribuan masyarakat perbatasan Kabupaten Sambas untuk dapat menikmati listrik PLN selama 24 jam penuh," kata General Manager PLN UID Kalimantan Barat Wahyu Jatmiko seperti dikutip Antara, Senin (21/8).
Menurut dia, posisi strategis Desa Temajuk yang berada di pesisir pantai dan berbatasan langsung dengan Malaysia memiliki potensi dan daya tarik bagi pengembangan wilayah perbatasan ke depan.
Kedekatan dengan negara tetangga tidak hanya dalam hal lokasi, tetapi juga dalam aspek sosial dan ekonomi antara warga Desa Temajuk dan Kampung Melano, Malaysia. Desa Temajuk, khususnya Dusun Sempadan, berjarak kurang dari 1 kilometer (Km) dengan batas negara. Pada akhir pekan, banyak wisatawan mancanegara dari Malaysia dan wisatawan domestik yang berkunjung ke Desa Temajuk.
"Selain berwisata ke pantai, tidak sedikit wisatawan yang hanya sekedar makan atau berwisata kuliner di Desa Temajuk. Keberadaan listrik tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sana," ujar Jatmiko.
Dengan listrik yang akan disuplai oleh pembangkit eksisting dan didukung oleh PLTS Temajuk, paling tidak ada 786 rumah warga yang akan menikmati listrik PLN. Hal itu untuk menunjang aktivitas warga, sekaligus mendukung para pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya.
"Merupakan kebanggaan bagi kami dapat membawa listrik ke rumah-rumah warga hingga ke daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal, sehingga berdampak positif di sektor pariwisata dan UMKM untuk meningkatkan ekonomi berkelanjutan," kata Jatmiko.
Syahrul (47), warga Dusun Sempadan, Desa Temajuk, yang sehari-hari berjualan di daerah perbatasan mengaku sangat bersyukur dengan adanya listrik PLN yang sudah bisa dinikmati selama 24 jam penuh. Menurutnya, keberadaan listrik PLN sangat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kawasan perbatasan.
Ia berujar, sebelum menyala 24 jam, dirinya mengandalkan mesin genset jika ingin beraktivitas di siang hari. Rata-rata setiap bulan, Ia harus mengeluarkan biaya sebesar 800 ribu hingga 1 juta rupiah, cukup berat bagi dirinya yang hanya mengandalkan hasil berjualan makanan ringan di perbatasan.
"Dulu saya sering merasa sedih karena listrik di desa kami hanya menyala di malam hari, beda dengan kampung di negara tetangga yang terang-benderang. Tapi kini semuanya akan berubah. Kita juga tidak kalah dengan mereka," ujar Syahrul.