Pertamina Bidik Peluang Bisnis Perdagangan Karbon di Kawasan ASEAN
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan mekanisme perdagangan karbon bisa menjadi peluang bisnis industri migas masa depan di kawasan ASEAN. Hal ini menjadi salah satu jalan menuju transisi energi global.
"Mekanisme perdagangan karbon, salah satu kolaborasi yang bisa tercipta di ASEAN Indo-Pasifik," kata Nicke saat menjadi pembicara di ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) di Jakarta, Rabu (9/6).
Nicke mengatakan perseroan siap menerapkan perdaganan karbon domestik dalam waktu dekat. Pernyataan tersebut mengacu pada aksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menerbitkan aturan perdagangan karbon, dan akan mengoperasikan Bursa Karbon akhir September ini.
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 14 tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Instrumen hukum itu akan menjadi regulasi yang mengatur penyelenggaraan perdagangan karbon di Tanah Air. Regulasi itu telah mendapat persetujuan Komisi XI DPR.
"Kami mempunyai mekanisme perdagangan karbon di tingkat regional," ujar Nicke.
Rencana Pertamina untuk aktif dalam mekanisme perdagangan karbon global tercermin dari inisiatif perusahaan yang mulai mengimplementasi teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS) maupun carbon capture utilization and storage (CCUS).
Implementasi teknologi tangkap karbon oleh Pertamina merupakan yang pertama kali di lapangan migas di Indonesia.
Pertamina menggunakan teknologi CCUS perdana dengan injeksi C02 di Lapangan Pertamina EP Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat pada Oktober tahun lalu.
Subholding Upstream Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tengah menggarap empat proyek CCS/CCUS untuk mendorong produksi migas sembari mengejar target penurunan emisi karbon.
Dari empat proyek CCUS tersebut, tiga di antaranya terletak di Pulau Jawa dan satu proyek di Sumatera. Direktur Utama PHE, Budiman Parhusip, mengatakan pengembangan teknologi CCUS di beberapa lapangan Migas ditujukan untuk Enhance Oil Recovery (EOR) dan Enhance Gas Recovery (EGR).
EOR merupakan metode peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal, sedangkan EGR adalah praktik menginjeksi gas CO2 ke lapangan untuk menambah produksi migas di lapangan yang reservoirnya mulai menipis.
Penerapan CCUS untuk EOR akan dilakukan di Lapangan Sukowati Bojonegoro Jawa Tengah, Lapangan Gundih Blora Jawa Tengah, Lapangan Jatibarang Indramayu Jawa Barat dan Lapangan Ramba di Kabupaten Musi Bayuasin, Sumatera Selatan.
Sementara itu, proyek Gundih CCUS/CO2-EGR yang dikerjakan oleh Pertamina CoE ITB, dan J-Power akan mulai beroperasi atau onstream pada 2026. Proyek ini ditaksir punya potensi penyimpanan emisi CO2 sebesar 3 juta ton selama 10 tahun.
PT Pertamina juga mendeteksi adanya potensi tempat penyimpanan karbon di Cekungan Sunda-Asri sebesar 2 giga ton Co2. Perseroan menilai Cekungan Sunda-Asri dapat menjadi lokasi penerapan teknologi CCUS.
Untuk kelima kalinya, Indonesia didapuk menjadi Keketuaan ASEAN. Situasi dunia tahun ini yang belum kondusif tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mengemban amanah tersebut. Persaingan kekuatan besar dunia yang meruncing mesti dikelola dengan baik agar konflik terbuka dan perang baru tidak muncul, terutama di Asia Tenggara.
Keketuaan Indonesia juga diharapkan menjadi pintu bagi ASEAN untuk berperan aktif dalam perdamaian dan kemakmuran di kawasan melalui masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu, Indonesia hendak memperkuat pemulihan ekonomi dan menjadikan Asia Tenggara sebagai mesin pertumbuhan dunia yang berkelanjutan.
Simak selengkapnya di https://katadata.co.id/asean-summit-2023 untuk mengetahui setiap perkembangan dan berbagai infomasi lebih lengkap mengenai KTT Asean 2023.
#KatadataAseanSummit2023 #KalauBicaraPakaiData