PLN Berambisi Hubungkan Jaringan Listrik Antarpulau, Ini Alasannya
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berambisi merealisasikan proyek jaringan listrik antarpulau di Indonesia. Proyek ini diyakini bisa memaksimalkan potensi listrik energi terbarukan yang berasal dari lokasi terpencil.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perseroan menghadapi ketimpangan antara sumber tenaga listrik dan beban dasar. Dia mengaku pasokan listrik energi terbarukan yang berada di lokasi terpencil belum mampu disalurkan ke daerah dengan tingkat permintan setrum tinggi seperti di Jawa.
Konsep ini akan menghubungkan jaringan listrik antarpulau di Tanah Air melalui kabel laut.
"Saat ini di Sumatera dan Jawa transmisinya tidak tersambung. Kalimantan ke Jawa tidak terhubung. Jadi perlu membangun jalur transmisi yang ramah lingkungan," kata Darmawan saat menjadi pembicara di ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) di Hotel Mulia Jakarta pada Rabu (9/6).
Menurut Darmawan, proyek jaringan listrik antarpulau dapat menawarkan pasokan energi yang aman, kuat dan berkelanjutan. Keterhubungan jaringan listrik dapat memberikan keseimbangan antara suplai listrik dari daerah terpencil dan permintaan listrik di wilayah padat penduduk di dalam negeri.
"Keterhubungan itu bagus, karena ada pembangkit air dan panas bumi di wilayah terpencil, tapi episentrum permintaan di wilayah lain," ujar Darmawan.
Beberapa rencana pengadaan jaringan super grid sudah masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Jaringan listrik antar pulau yang sudah dicantumkan dalam RUPTL yakni, interkoneksi listrik Sumatera dan Bangka Belitung dengan kapasitas 150 kilovolt (kV) pada tahun 2022.
Selanjutnya, ada interkoneksi Kalimantan berkapasitas 150 kV pada 2023 dan interkoneksi wilayah Tambu, Sulawesi Bagian Utara hingga Bangkir, Sulawesi Bagian Selatan yang akan beroperasi pada 2024.
Pemerintah juga masih mengkaji peluang permintaan dan pasokan listrik sebelum mendirikan interkoneksi Sumatera-Jawa berkapasitas 500 kV. Kajian lebih lanjut juga dilakukan untuk rencana pembangunan interkoneksi Bali-Lombok berkapasitas 150 kV dan jaringan penghubung listrik Bangka-Belitung 150 kV.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa pembangunan sistem kelistrikan antar pulau di Indonesia ini ditaksir membutuhkan investasi yang besar.
Besaran biaya investasi mengacu pada pemilihan teknologi saluran transmisi tegangan tinggi arus bolak-balik (high voltage alternating current/HVAC), atau arus searah (HVDC). Faktor jarak yang akan tersambung dan besaran daya yang ditransmisikan juga menjadi aspek hitungan besaran investasi.
"Jika menggunakan kabel laut untuk interkoneksi antarpulau dengan teknologi HVDC, maka biaya investasinya sekitar Rp 3,6-4,4 miliar per kilometer," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (8/7).
Berdasarkan kajian IESR yang bertajuk Deep Decarbonization of Indonesia Energy System, untuk membangun interkoneksi antarpulau membutuhkan investasi US$ 100 miliar atau lebih dari Rp 1.450 triliun hingga 2050.
Fabby menambahkan bahwa pembangunan interkoneksi listrik antarpulau adalah keniscayaan. Pasalnya, konsep ini dapat meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dan mengoptimalkan pemanfaatan energi bersih yang tersebar di berbagai kepulauan.