Harga Minyak Menuju US$ 100/Barel, Dipicu Pasokan Negara OPEC+ Anjlok

Muhamad Fajar Riyandanu
18 September 2023, 14:34
minyak
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Suasana dari kapal tongkang akomodasi (Barge 222) Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu (15/6/2022).

Tren harga minyak global konsisten meningkat sejak Juni 2023. Kenaikan konsumsi minyak di Cina dan pengurangan produksi oleh Rusia, dan Arab Saudi serta kekhawatiran terhadap inflasi global memicu pergerakan harga minyak menuju US$ 100 per barel.

Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun, sebagai bagian dari rencana kelompok OPEC+. Di sisi lain, kilang-kilang minyak Cina juga telah meningkatkan produksinya.

Pemangkasan produksi Saudi dan Rusia dapat mendorong pasar ke dalam defisit 2 juta barel per hari (bph) pada kuartal keempat tahun ini.

Mengutip Bloomberg pada Senin (18/9), harga minyak Brent berada di level US$ 94,64 per barel, lebih tinggi dibanding harga pada Jumat akhir pekan lalu, di level US$ 94,04 per barel.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 91,58 per barel, naik dari harga penutuan pekan lalu di level US$ 90,61 per barel. Kenaikan harga dua komoditas minyak acuan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 10 bulan belakangan.

Kenaikan harga minyak dunia berimbas pada meroketnya harga bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah negara. Harga BBM jenis bensin (gasoline) dan diesel (gasoil) tanpa timbal naik menjadi £1,52 per liter, dari sebelumnya £1,43 pada Jumat pekan lalu.

Kenaikan harga BBM juga terjadi di Amerika Serikat (AS), khusunya bensin melonjak lebih dari 10% menjadi $3,90 per galon atau 3,8 liter.

Badan Informasi Energi AS mencatat peningkatan permintaan penerbangan di AS, Eropa, dan Cina turut mendorong kenaikan harga bahan bakar jet secara signifikan.

Harga rata-rata bahan bakar jet menjadi US$ 3,07 per galon pada akhir Agustus, naik 50% dari level terendah US$ 2,05 per galon pada awal Mei.

Di ranah domestik, kenaikan harga minyak Brent dan WTI belakangan berimbas pada kenaikan harga sejumlah BBM non-subsidi jenis bensin maupun diesel. Mulai 1 September, PT Pertamina melego BBM Pertamax di harga Rp 13.300 per liter dari sebelumnya Rp 12.400 per liter.

Pertamax Green 95 juga mengalami kenaikan harga menjadi Rp 15.000 per liter, dari sebelumnya Rp 13.500 per liter. Bensin jenis Pertamax Turbo naik menjadi Rp 15.900 per liter dari sebelumnya Rp 14.400 per liter.

PT Pertamina juga menaikan harga pada sejumlah produk BBM diesel. Harga jual Dexlite menjadi Rp 16.350 per liter dari sebelumnya Rp 13.950 per liter. Sementara itu, Pertamina Dex dibanderol seharga Rp 16.900 per liter dari sebelumnya Rp 14.350 per liter.

Awal bulan ini, Arab Saudi memperpanjang pengurangan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari (bph) hingga akhir tahun, sehingga mempercepat penurunan persediaan global. Selain itu, pemotongan pasokan oleh Rusia untuk mendongkrak harga turut mendukung upaya negara-negara OPEC lainnya untuk mendorong harga menuju US$ 100 per barel.

Badan Energi Internasional (IEA) pekan lalu memperingatkan bahwa pengurangan pasokan minyak oleh Rusia dan Arab Saudi selaku pemimpin OPEC+ akan memicu kekurangan pasokan yang signifikan dan menimbulkan ancaman besar terhadap volatilitas harga yang sedang berlangsung.

Managing Partner SPI Asset Management, Stephen Innes, mengatakan fluktuasi harga minyak global masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Meningkatnya biaya bahan bakar dan permintaan dari Cina sebagai importir minyak terbesar di dunia, diperkirakan bakal mengaburkan prospek bank sentral (The Fed) terkait rencana mereka untuk menurunkan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target 2%.

Bank Sentral Eropa menerapkan kenaikan suku bunga ke-10 berturut-turut pada minggu lalu dan menyiratkan kemungkinan akan berhenti di situ. Namun pada hari Jumat, para pengambil kebijakan mengatakan kenaikan lebih lanjut bukanlah hal yang mustahil.

Suku bunga bank sentral AS secara luas diperkirakan akan mencapai puncaknya setelah penurunan inflasi inti pada bulan lalu, yang menghilangkan unsur-unsur yang mudah berubah seperti bahan bakar dan makanan.

Namun, Federal Reserve telah mengisyaratkan bahwa pintu tetap terbuka untuk kemungkinan kenaikan akhir pada bulan November.

“Bertaruh pada minyak menjadi perdagangan favorit di Wall Street. Tidak ada yang meragukan keputusan OPEC+ (produksi minyak) pada akhir bulan lalu akan membuat pasar minyak sangat ketat pada kuartal keempat,” kata Edward Moya, analis OANDA.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...