Harga Minyak Turun Setelah The Fed Umumkan Perketat Kebijakan Moneter
Harga minyak turun sekitar 1% ke level terendah selama sepekan setelah Bank Sentral AS, Federal Reserve, mengumumkan untuk mempertahankan suku bunganya, namun memproyeksikan akan ada kenaikan hingga akhir tahun. The Fed juga akan memperketat kebijakan moneternya hingga 2026.
Harga minyak Brent untuk pengiriman November turun 81 sen, atau 0,9%, menjadi US$ 93,53 per barel. Itu merupakan penutupan terendah bagi Brent sejak 13 September.
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober turun 92 sen, atau 1,0%, menjadi US$ 90,28. Kontrak WTI untuk bulan Oktober berakhir kemarin. Minyak mentah berjangka WTI untuk bulan November turun sekitar 82 sen menjadi US$ 89,66.
Meskipun terjadi penurunan harga, Brent secara teknis masih berada di wilayah overbought selama 14 hari berturut-turut, yang merupakan rekor terpanjang sejak tahun 2012. Overbought merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tren kenaikan signifikan dan konsisten.
Para pengambil kebijakan The Fed masih memperkirakan suku bunga acuan bank sentral akan mencapai puncaknya tahun ini pada kisaran 5,50%-5,75%, hanya seperempat poin persentase di atas kisaran saat ini. Kenaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
"Kombinasi kenaikan suku bunga lebih lanjut, penguatan dolar AS, dan tambahan kenaikan harga minyak akan meningkatkan kemungkinan resesi," kata analis di penasihat energi Ritterbusch and Associates dikutip dari Reuters, Kamis (21/9).
Persediaan Minyak Mentah AS Turun
Sementara itu, pasar tidak banyak bereaksi terhadap data energi AS yang menunjukkan persediaan minyak mentah turun sesuai ekspektasi minggu lalu.
Laporan mingguan Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan penurunan stok minyak mentah didorong oleh kuatnya ekspor minyak. Sementara persediaan bensin dan solar berkurang karena penyulingan memulai pemeliharaan tahunan pada musim gugur,
Persediaan minyak mentah AS turun 2,1 juta barel pada minggu lalu, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 2,2 juta barel.