Perang Israel-Hamas Picu Harga Minyak Naik Lebih 4% Dekati US$90/Barel
Harga minyak naik hingga 4% dengan Brent mendekati level US$ 90 per barel. Lonjakan harga minyak dipicu memanasnya geopolitik dari perang antara Israel dan Hamas, Palestina.
Brent hari ini, Selasa (10/10) diperdagangkan di posisi US$ 87,79 per barel atau turun 0,41% dibandingkan sehari sebelumnya yang berakhir di level US$ 88,15. Namun brent sempat menyentuh level US$ 89 per barel atau naik 4,22%.
Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) sempat naik hingga 4,34% ke level 87,24 per barel. Sedangkan hari ini WTI diperdagangkan di level US$ 86 per barel.
Perang Israel-Hamas yang pecah pada Sabtu (7/10) menghidupkan kembali ketegangan di Timur Tengah, yang baru saja menyaksikan pemulihan hubungan antara beberapa negara Arab dan Israel. Sebelum serangan itu, AS juga merundingkan normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.
“Situasinya tegang dan beberapa pihak menyebut ini sebagai momen 9/11 di Israel, risiko eskalasi masih tinggi ketika Israel dan AS juga mungkin meresponsnya,” kata Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, seperti dikutip dari Oilprice.com Selasa (10/10).
Hansen menambahkan perang ini tidak berdampak pada pasokan minyak. Namun lonjakan harga di pasar didorong oleh para pedagang yang menambahkan kembali premi risiko geopolitik ke dalam harga dan permintaan baru.
“Semua perhatian akan tertuju pada apakah Israel akan menuding Iran atas serangan Hamas dan kemungkinan responsnya,” kata Hansen.
Iran telah meningkatkan produksi dan ekspor minyaknya dalam beberapa bulan terakhir, karena AS belum menerapkan sanksi seketat sebelumnya.
“Jika sorotan beralih ke Iran, ada kemungkinan sanksi yang lebih ketat akan diterapkan, yang berpotensi menyebabkan kendala pasokan dan pengetatan kondisi pasar,” ujarnya lagi.
Menurut Kelvin Wong, analis pasar senior di OANDA, Israel adalah pemangku kepentingan strategis dalam hubungan internasional di kawasan Timur Tengah.
“Eskalasi lebih lanjut dari konflik bersenjata saat ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan gangguan pasokan harga minyak yang cenderung digunakan sebagai senjata strategis pilihan untuk potensi tawar-menawar. di antara para pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik,” ujarnya.