Konflik Timur Tengah Berlanjut, Harga Minyak WTI akan Naik Pekan Depan
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) ke posisi US$ 88, sementara minyak Brent menjadi US$ 92 per barel.
Harga minyak memang sedang fluktuatif akhir-akhir ini. Investor khawatir bahwa perang yang lebih besar dapat memicu gejolak pada komoditas tersebut, karena negara-negara tetangga Iran dan Arab Saudi merupakan produsen utama global.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, minyak mentah berjangka WTI menetap di atas US$ 88 per barel dan mencatat kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Karena pasar minyak global menghadapi kekhawatiran pasokan dan ketakutan akan konflik Israel-Hamas yang mungkin menyebar di Timur Tengah. Harga minyak turun dari US$ 90 setelah kelompok Islam Hamas membebaskan dua sandera AS dari Gaza.
Akhir-akhir ini, harga minyak didukung oleh ekspektasi defisit pasar yang lebih besar pada kuartal keempat setelah produsen utama Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun.
Di tempat lain, AS juga berencana membeli 6 juta barel minyak mentah untuk pengiriman pada bulan Desember dan Januari guna menambah cadangan strategis.
“Harga kemungkinan masih akan menetap sedikit lebih tinggi, kembali ke kisaran US$ 90 per barel,” kata Sutopo kepada Katadata.co.id, Minggu (22/10).
Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra melihat, eskalasi konflik di Timur Tengah yang melibatkan negara lain bisa mendorong harga minyak WTI ke area atas US$ 90 per barel lagi. “Minyak masih tergantung situasi di Timur Tengah. Konflik kelihatannya masih berlanjut dan berekskalasi. Harga minyak masih volatile tergantung situasi di Timur Tengah,” katanya.
Sebelumnya harga minyak turun pada akhir perdagangan Jumat setelah Hamas melepas dua sandera asal AS dari Gaza yang menimbulkan harapan konflik Israel-Palestina mereda tanpa melanda wilayah Timur Tengah lainnya dan mengganggu pasokan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent turun 22 sen atau 0,2% ke posisi US$ 92 per barel. Minyak mentah WTI AS untuk pengiriman November turun 62 sen atau 0,7% menjadi US$ 88 per barel, sedangkan kontrak WTI untuk Desember yang lebih aktif turun 29 sen menjadi 88,08 dolar AS per barel.
Sebelumnya keduanya meningkat lebih dari satu dolar per barel selama sesi-sesi saat ada tanda-tanda eskalasi konflik
Hamas melepas dua sandera asal AS dari Gaza, seorang ibu dan anak perempuannya, demi alasan kemanusiaan merespon upaya mediasi Qatar dalam perang dengan Israel, menurut Juru Bicara Hamas Abu Ubaida pada Jumat (20/10).
"Timur Tengah masih menjadi fokus utama pasar karena ketakutan meluasnya konflik di wilayah tersebut yang kemungkinan besar akan menyebabkan gangguan pasokan," kata partner Again Capital John Kilduff dikutip dari Reuters, Minggu (22/10).
Menurut Kilduff, kemungkinan terjadinya disrupsi pasokan lebih kecil saat ini, namun pasar tidak bisa mengabaikan hal tersebut, terutama menjelang akhir pekan di mana segala sesuatu bisa berubah dengan cepat dan tidak ada perdagangan.
Perkiraan pasar yang ketat pada kuartal keempat setelah produsen minyak utama Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir tahun, juga mendorong peningkatan harga minyak.
Analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan, penarikan persediaan dalam jumlah besar, sebagian besar di AS, mendukung tesis tentang berkurangnya pasokan di pasar.
Staunovo memperkirakan harga minyak Brent akan diperdagangkan di kisaran US$ 90 hingga US$ 100 per barel ada sesi-sesi selanjutnya.