Bank Dunia Ramal Harga Minyak US$ 157 akibat Konflik Israel-Hamas
Bank Dunia memperkirakan harga minyak dapat melambung hingga mencapai US$ 140-157 per barel jika perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, Palestina, semakin memburuk dan meluas ke wilayah lain di sekitarnya.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook terbarunya Bank Dunia memperkirakan harga minyak global pada kuartal IV tahun ini pada level US$ 90 per barel dengan harga rata-rata sepanjang tahun ini US$ 81 per barel seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi yang menekan permintaan.
Harga tersebut belum memperhitungkan premi dari konflik Timur Tengah antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza Palestina, yang kini mulai meluas ke wilayah lainnya seperti di perbatasan Israel-Libanon.
Bank Dunia mencatat bahwa harga minyak naik sekitar 6% sejak dimulainya perang Israel-Hamas. Sementara harga komoditas pertanian, sebagian besar logam, dan komoditas lainnya hampir tidak mengalami perubahan.
Laporan tersebut menguraikan tiga skenario risiko berdasarkan peristiwa sejarah konflik regional sejak tahun 1970-an dengan tingkat keparahan dan konsekuensi yang lebih tinggi.
Skenario “gangguan kecil” setara dengan pengurangan produksi minyak yang terjadi selama perang saudara Libya pada 2011 sebesar sekitar 500.000-2 juta barel per hari (bph) akan mendorong harga minyak hingga ke kisaran US$ 93-102 per barel pada kuartal IV.
Skenario "gangguan menengah" - kira-kira setara dengan perang Irak pada 2003 - akan mengurangi pasokan minyak global sebesar 3-5 juta bph, sehingga mendorong harga antara US$ 109-121 per barel.
Skenario “gangguan besar” Bank Dunia memperkirakan dampak embargo minyak Arab pada tahun 1973, yang menyusutkan pasokan minyak global sebesar 6 juta hingga 8 juta barel per hari. Hal ini pada awalnya akan menaikkan harga menjadi US$ 140-157 per barel, melonjak hingga 75%.
“Harga minyak yang lebih tinggi, jika terus berlanjut, berarti harga pangan yang lebih tinggi,” kata Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia. “Jika terjadi guncangan harga minyak yang parah, hal ini akan meningkatkan inflasi harga pangan yang telah meningkat di banyak negara berkembang.”
Laporan Bank Dunia mengatakan bahwa permintaan minyak Cina ternyata sangat tangguh mengingat adanya tekanan pada sektor real estate di negara tersebut, dan meningkat sebesar 12% dalam sembilan bulan pertama 2023 dibandingkan periode yang sama pada 2022.
“Produksi dan ekspor minyak dari Rusia relatif stabil tahun ini meskipun ada embargo Barat terhadap minyak mentah Rusia untuk menghukum Moskow atas invasi mereka ke Ukraina,” kata Bank Dunia.
“Jika konflik Israel-Hamas meningkat, para pembuat kebijakan di negara-negara berkembang perlu mengambil langkah-langkah untuk mengelola potensi peningkatan inflasi umum,” kata Bank Dunia.
Selain itu, pemerintah harus menghindari pembatasan perdagangan seperti larangan ekspor pangan dan pupuk karena hal tersebut sering kali dapat meningkatkan ketidakstabilan harga dan meningkatkan kerawanan pangan.