Freeport Berencana Bangun Smelter Baru di Fakfak Papua
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir menyebut Freeport McMoran berencana membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Fakfak Papua.
“Hal-hal ini sangat positif untuk terus meningkatkan investasi dari luar negeri untuk pembukaan lapangan kerja di indonesia sendiri seperti yang dicita-citakan oleh bapak presiden,” kata Erick selepas mendampingi Presiden Joko Widodo di Washington DC yang dikutip pada Selasa (14/11).
Erick mengungkap pembangunan smelter ini merupakan salah satu upaya mendorong investasi Indonesia dari Amerika Serikat (AS). Terlebih dengan porsi BUMN yang saat ini sudah menguasai 51% saham Freeport.
“Ini investasi yang memang kita hilirisasi, dari yang awalnya murni pertambangan emas dan copper, sekarang mulai diturunkan industrialisasinya,” ungkap Erick.
Erick menyebut saat ini investasi Amerika di Indonesia sudah menduduki posisi keempat dan ini merupakan kejadian pertama bagi Indonesia. Dia juga mengatakan hubungan perdagangan Indonesia dan AS terus mengalami peningkatan saat ini.
“Kalau kita lihat apalagi perdagangan kita dengan Amerika sudah mencapai hampir US$ 16 miliar dan pertumbuhan beberapa tahun terakhir itu cepat,” kata dia.
Selain pembangunan smelter di Fakfak, Erick menyampaikan Freeport juga akan resmikan smelter di Gresik pada Desember mendatang. “Meningkatkan kapasitas dari 1 juta menjadi 1,3 juta sebelum nanti tahun depan ditingkatkan lagi smelternya,” ujarnya.
Senada dengan pernyataan Erick, PT Freeport Indonesia memang menargetkan ekspansi smelter tembaga PT Smelting rampung pada Desember 2023. Proyek ekspansi ini menambah kapasitas pengolahan konsentrat tembaga smelter menjadi 1,3 juta metrik ton per tahun dari sebelumnya 1 juta metrik ton.
“Ini akan diresmikan dan mulai beroperasi di tanggal 15 Desember 2023," kata Presiden Direktur Freeport Tony Wenas melalui keterangan resmi pada Senin (13/11).
Sebagai Informasi, PT Smelting merupakan smelter pertama PTFI yang dibangun pada tahun 1996 bersama dengan konsorsium Jepang dan dioperasikan oleh Mitsubishi. Smelter ini sebagai bentuk kepatuhan PTFI terhadap Kontrak Karya II.
Dengan selesainya ekspansi, kepemilikan Freeport pada smelter ini meningkat menjadi 65% dari sebelumnya 39,5%. Hal ini lantaran biaya ekspansi yang mencapai US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,7 triliun seluruhnya bersumber dari Freeport.
“Sebagai kompensasinya, saham Freeport di PT Smelting yang saat ini 39,5% akan meningkat menjadi 65% setelah ekspansi selesai,“ kata Tony dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Senin (27/3).