Vale Targetkan Produksi Nikel Matte 2024 Sama Dengan Tahun Ini
PT Vale Indonesia mengatakan tidak ada kenaikan target produksi nikel matte pada 2024. Vale mematok pada 2024 target produksi mencapai 70 ribu ton nikel matte, sama seperti besaran target tahun ini.
Direktur Keuangan PT Vale Bernardus Irmanto mengatakan terdapat beberapa faktor yang menentukan level produksi perusahaannya. “Salah satunya adalah tingkat pemeliharaan alat,” kata Bernardus dalam Public Exposes Live 2023 sesi Vale Indonesia pada Rabu (29/11).
Bernardus menjelaskan apabila dibandingkan, terdapat perbedaan durasi pemeliharaan alat antara 2024 dengan 2023. “Di 2024 itu jumlah hari untuk pemeliharaan alat itu lebih besar, jadi itu akan berpengaruh juga pada ketersediaan alat kami yang ada di pabrik untuk berproduksi,” kata dia.
Kedua, berkaitan dengan kualitas nikel yang dihasilkan dari penambangan. “Harus memperhatikan grade nikel yg ada di area tambang kami. Kalau itu dinormalisasikan tentu saja berpeluang untuk berproduksi lebih tinggi,” ucapnya.
Dengan pertimbangan kedua hal tersebut, Bernardus menyebut level produksi yang mungkin ditetapkan mencapai level 70 ribu ton nikel matte. Meski tidak ada kenaikan produksi untuk tahun depan, Bernardus menegaskan Vale punya kesempatan untuk untuk meningkatkan produksi nikel matte pada tahun-tahun berikutnya.
“Tentu saja kami berusaha supaya pemeliharaan alat optimal sehingga di tahun-tahun selanjutnya itu availability dan utilisasi dari alat lebih tinggi lagi,” kata dia. Tidak hanya pengupayaan pemeliharaan yang semakin baik, Vale juga berupaya mendapatkan kualitas nikel yang lebih bagus.
“Kami sedang mengupayakan bagaimana caranya kami bisa mendapatkan ore atau bijih dengan chemistry dan grade yang lebih baik sehingga tahun-tahun kedepannya kami bisa berproduksi dengan lebih baik lagi,” ujarnya.
Vale Prediksi Harga Nikel Suram di 2024
Vale Indonesia Tbk memperkirakan pergerakan harga nikel pada 2024 sulit diprediksi. Hal ini lantaran adanya kecenderungan pasokan berlebih atau oversupply yang berpotensi menekan harga.
“Kalau kami lihat fundamentalnya memang balance dari demand dan supply-nya kami melihat ada tendensi dan ada kecenderungan oversupply di semua kelas (nikel),” kata Bernardus.
Kendati demikian, Bernardus menyebut melalui adanya konversi nikel dari kelas II ke kelas I dapat mengurangi oversupply. “Itu oversupply di kelas II juga diharapkan malah justru akan turun, jadi diharapkan akan balancing out,” kata dia.
Bernardus mengatakan pihaknya memang melihat proyeksi harga nikel kemungkinan akan berada di harga di level lebih rendah. Dia memandang ini sebagai tantangan yang sudah dipersiapkan cara untuk mengatasinya. “Pada saat harga nikel menyentuh angka US$ 16-17 ribu, biaya produksi kami juga semakin turun,” ucapnya.
Dia menyampaikan dalam tiga bulan terakhir biaya produksi mereka sudah di bawah US$ 10 ribu per dry metric ton (dmt). Bernardus menyebut, Vale merupakan salah satu produsen nikel dengan biaya yang paling rendah sebab mempunyai tiga PLTA.