Harga Minyak 2024 Diramal Masih Bergejolak Imbas Kondisi Geopolitik

Happy Fajrian
8 Januari 2024, 15:31
harga minyak
Katadata
Button AI Summarize

Harga minyak diramal masih akan bergejolak tahun ini. Bank of America (BofA)memperkirakan harga bergerak di kisaran US$ 70 hingga US$ 90 per barel, dengan harga rata-rata US$ 80 per barel.

Harga minyak mentah turun lebih dari 10% pada 2023 sejalan dengan perdagangan yang penuh gejolak, terutama dipicu konflik geopolitik dan kekhawatiran terhadap tingkat produksi minyak dari negara-negara produsen utama di dunia.

“Kami memperkirakan minyak akan tetap fluktuatif, diperburuk oleh besarnya pengaruh pasar kertas yang dipengaruhi oleh geopolitik dan kebijakan OPEC,” kata BofA seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/1).

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, atau OPEC+, saat ini memangkas produksi sekitar 6 juta barel per hari (bph) yang mewakili sekitar 6% dari pasokan global.

Menurut BofA, tantangan terbesar bagi investor tahun ini adalah untuk tidak meremehkan komitmen Saudi dalam mendorong harga minyak dan mengakui bahwa Brent dapat tetap berada pada kisaran US$ 70-90 karena produksi non-OPEC dan prospek permintaan yang tidak pasti.

“Valuasi absolut untuk sektor ini, rata-rata, kurang menarik dibandingkan sebelumnya sejak Covid-19, menyusul pemulihan yang kuat selama tiga tahun terakhir,” kata BofA.

Gangguan Logistik di Laut Merah

Sementara itu Goldman Sachs memprediksi harga minyak naik hingga dua kali lipat jika serangan kelompok milisi Houthi Yaman di Laut Merah berlanjut. Kepala divisi riset minyak Daan Struyven mengatakan bahwa harga minyak bisa tiga atau empat dolar lebih tinggi.

“Namun jika terjadi gangguan di Selat Hormuz selama sebulan, harga minyak akan naik sebesar 20% dan bahkan bisa berlipat ganda jika gangguan di sana berlangsung lebih lama,” ujarnya sembari menambahkan bahwa kemungkinan hal tersebut terjadi sangat kecil.

Sejak November, pemberontak Houthi telah menyerang pelayaran komersial di Laut Merah lebih dari 20 kali dengan menggunakan rudal, drone, kapal cepat, dan helikopter.

Sebagai tanggapannya, AS pada Desember mengumumkan Operation Prosperity Guardian untuk meningkatkan patroli di Laut Merah dan Teluk Aden untuk melindungi lalu lintas komersial, kapal-kapal dari Inggris, Australia dan Kanada termasuk di antara negara-negara lain yang juga terlibat.

Pada awal pertengahan bulan Desember terjadi sedikit lonjakan harga minyak sebagai akibat dari tindakan tersebut, namun volatilitas sebagian besar tetap terkendali karena pasar secara umum masih melemah.

Namun yang lebih signifikan adalah reaksi pengirim barang besar terhadap tindakan perlindungan seperti Prosperity Guardian. Maersk dan Hapag Lloyd, dua perusahaan pelayaran terbesar di Eropa, menolak menggunakan rute Laut Merah dan Terusan Suez, karena kapal mereka diserang beberapa waktu lalu.

Apa yang awalnya hanya merupakan gangguan tersendiri terhadap aktivitas komersial Barat kini dilihat oleh banyak orang sebagai tindakan yang ditargetkan untuk mendukung perjuangan Hamas ketika Israel terus meningkatkan serangannya terhadap Palestina.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...