Harga Minyak Dunia Anjlok Dipicu Konflik di Timur Tengah

Mela Syaharani
15 Januari 2024, 10:23
Ilustrasi: Minyak
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memprediksi Indonesian Crude Price (ICP) masih akan mengalami kenaikan sepanjang tahun ini bahkan bisa mencapai 50 persen dari level 2021, dimana harga minyak dunia saat ini sudah mencapai sekitar 120 dolar Amerika per barel yang disebabkan konflik di Rusia dan Ukraina.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Harga minyak dunia anjlok pada Senin (15/1) sehingga para pedagang bersikap waspada terhadap risiko gangguan pasokan di Timur Tengah. Hal ini disebabkan adanya serangan pasukan Amerika Serikat (AS) dan Inggris untuk menghentikan kelompok Houthi di Yaman yang menyerang kapal-kapal di Laut Merah.

Tercatat minyak mentah Brent turun 31 sen, atau 0,4%, menjadi US$ 77,98 per barel. Minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat berada di US$ 72,36 per barel, turun 32 sen atau 0,4%. 

Harga minyak sempat mengalami kenaikan lebih dari 2% pada minggu lalu setelah pasukan AS dan Inggris melancarkan lusinan serangan udara terhadap pasukan Houthi. Aksi ini sebagai bentuk balasan atas serangan berbulan-bulan terhadap pelayaran di Laut Merah yang dilancarkan para pejuang dengan dukungan Iran sebagai tanggapan atas perang di Gaza.

Adanya serangan tersebut membuat Houthi mengeluarkan ancaman dan akan memberikan ‘respon kuat dan efektif’ sehingga membuat ketegangan semakin meningkat. AS kemudian menembak jatuh sebuah rudal yang ditembakkan ke salah satu kapalnya dari daerah militan Houthi di Yaman.

Joe Biden Kirim Pesan ke Iran

Presiden Joe Biden mengatakan, Amerika Serikat telah mengirimkan pesan pribadi kepada Iran mengenai serangan Houthi. Beberapa pemilik kapal tanker menghindari Laut Merah dan beberapa lainnya mengubah arah pada Jumat (12/1) setelah serangan tersebut. 

Kendati demikian, para pedagang masih mewaspadai respon Iran dan dampaknya pada pengiriman di Selat Hormuz, titik kemacetan minyak terpenting di dunia. 

"Karena konflik Timur Tengah saat ini, tidak mempengaruhi produksi minyak, premi risiko geopolitik yang dibebankan pada harga minyak saat ini. Hal ini terlihat sederhana berdasarkan volatilitas opsi yang tersirat," kata Analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan yang dikutip dari Reuters pada Senin (15/1).

Harga Minyak Akan Melonjak untuk Sementara

Analis memperkirakan bahwa harga minyak dapat mengalami peningkatan hingga 20% pada bulan pertama gangguan di Selat Hormuz. Angka ini bahkan dapat naik dua kali lipat untuk sementara waktu.

Sementara itu, masyarakat Libya memprotes korupsi dengan mengancam akan menutup dua fasilitas minyak dan gas lagi setelah menutup ladang minyak Sharara yang berkapasitas 300.000 barel per hari pada 7 Januari lalu.

Di AS, perusahaan-perusahaan listrik dan gas alam bersiap-siap sejak Jumat lalu demi menghadapi cuaca dingin ekstrim selama akhir pekan liburan Hari Martin Luther King. Kondisi ini diperkirakan akan menyebabkan rekor permintaan gas sekaligus memotong pasokan akibat pembekuan sumur.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...