Laporan Rystad Energy: Cadangan Gas RI Diperkirakan Capai 100 TCF
Rystad Energy memperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TCF). Besaran volume ini mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara, menjadikan Indonesia pemilik cadangan gas terbesar di kawasan.
Potensi ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk bisa memenuhi kebutuhan energi secara mandiri, sekaligus memiliki posisi yang berpengaruh di panggung dunia melalui pemanfaatan potensi sumber daya gas.
Meski begitu, Country Head Indonesia Rystad Energy Sofwan Hadi menilai kepemilikan sumber daya yang besar saja tidak cukup, karena tantangan sebenarnya adalah bagaimana monetisasi sumber daya dapat segera dilakukan.
“Optimalisasi cadangan gas Indonesia, khususnya bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memiliki tantangan yang kompleks. Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 tinggi,” ujarnya dalam siaran pers, dikutip Senin (29/1).
Menurutnya, prioritas utama saat ini adalah memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan investasi investor global. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan.
Namun disaat yang bersamaan dapat memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon. Sofwan menyampaikan, strategi untuk memaksimalkan cadangan ini harus dilakukan secara bertahap.
“Dalam jangka pendek, kita perlu fokus untuk menjalankan kembali proyek proyek gas yang tertunda karena tantangan pada Mergers and Acquisition (M&A) serta keterbatasan keuangan,” ujar Sofwan.
Harga Gas
Untuk jangka menengah, Sofwan mengatakan pengembangan Blok Masela dan IDD menjadi sangat penting. Akan tetapi, dalam pengembangannya, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan.
“Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan low-carbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek ini serta tidak lupa juga ketersediaan infrastruktur,” ujarnya.
Sofwan mengatakan, pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk mengeksploitasi penemuan pada deepwater. Selain infrastruktur, faktor penting lainnya yakni penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan demand gas yang stabil.
“Sejalan dengan itu, kita harus memberikan prioritas untuk lebih mempromosikan potensi eksplorasi di Indonesia pada perusahaan migas internasional,” ujarnya.
Sofwan menyampaikan, pemberian insentif diperlukan untuk dapat memastikan keekonomian proyek migas ke depan. Rystad Energy menilai pendekatan Indonesia terhadap insentif fiskal sudah cukup efektif.
Pengenalan simplified Gross Split PSC menjadi bukti dedikasi pemerintah untuk membuat proyek migas yang ada saat ini lebih menarik. Sofwan menilai bahwa memasukkan insentif dengan basis waktu akan berdampak signifikan pada realisasi proyek.
Tidak hanya itu, keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada KKKS terkait pilihan PSC Gross Split atau kembali ke PSC Cost Recovery, menurutnya juga cukup menarik. Hal lain yang menjadi penting yakni kehadiran teknologi baru dalam sektor eksplorasi, produksi, dan pengolahan gas bumi di Indonesia.
Partisipasi perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki keahlian dalam bidang Enhanced Oil Recovery (EOR), Carbon Capture and Storage (CCS), dan teknologi di area deepwater menurutnya sangat diperlukan.
Sebab, pengembangan proyek gas bumi yang sukses, sangat penting untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan memastikan pasokan stabil untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Dalam konteks ketegangan politik global saat ini, produksi gas domestik yang Indonesia miliki juga menjadi hal sangat penting. “Indonesia sebaiknya tidak melewatkan peluang untuk menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar transisi dan untuk mengembangkan CCS hub,” kata dia.
Realisasi Produksi
Mengacu pada data Kementerian ESDM, realisasi produksi gas sepanjang 2023 sebesar 960 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), di bawah target sebesar 1.100 juta BOEPD. Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 953 juta BOEPD saja.
Pemerintah mengklaim, porsi pemanfaatan gas untuk domestik 2023 sebesar 68,2%. Angka ini lebih besar dibandingkan porsi ekspor dengan realisasi penyaluran Gas Bumi Domestik 2023 sebesar 3.745 BBTUD. Pemanfaatan gas domestik paling besar untuk industri sebesar 1.515,8 BBTUD atau 40,5%.
Guna memperlancar pemanfaatan gas domestik, pemerintah saat ini mempunyai prioritas untuk membangun infrastruktur gas agar tersambung antara Sumatera dan Jawa melalui dua proyek pipa transmisi yaitu Cirebon - Semarang (Cisem) serta Dumai Sei Mangkei dengan total panjang ruas pipa mencapai sekitar 760 km.
Setelah lama tidak digarap akhirnya pemerintah turun tangan mendanai sendiri proyek tersebut melalui APBN. Proyek Cisem tahap 1 sudah selesai dan mulai mengaliri gas, sementara untuk Cisem tahap 2 serta Dumai – Sei Mangkei akan dikerjakan tahun ini.