Arab Saudi Perintahkan Saudi Aramco Pangkas Produksi Minyak 1 Juta Bph

Happy Fajrian
30 Januari 2024, 18:33
arab saudi, saudi aramco, produksi minyak
Katadata
Ilustrasi rig migas lepas pantai.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Arab Saudi telah memerintahkan perusahaan minyak milik negara, Saudi Aramco, untuk mengurangi kapasitas produksi minyak maksimumnya sebesar 1 juta barel per hari (bph) menjadi 12 juta bph.

Seorang sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan bahwa langkah tersebut sama sekali tidak mencerminkan perubahan pandangan mengenai skenario permintaan minyak di masa depan. Perubahan tersebut juga bukan karena masalah teknis, melainkan murni arahan pemerintah.

“Jika pemerintah memutuskan sebaliknya, perusahaan siap,” kata sumber dari Saudi Aramco yang menolak disebut namanya itu, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/1).

Sumber tersebut menolak gagasan bahwa terjadi perubahan prospek permintaan. Namun analis RBC menilai kemungkinan akan ada banyak spekulasi pasar mengenai potensi implikasi terhadap permintaan minyak global dalam jangka menengah dan panjang sebagai akibat dari keputusan itu.

Di sisi lain, pemangkasan ini akan mendorong momentum prospek pertumbuhan bisnis baru buat Aramco, seperti gas dan energi baru. Aramco melakukan merger dan akuisisi pertamanya pada sektor gas alam cair tahun lalu dengan membeli saham minoritas MidOcean Energy US$ 500 juta.

Aramco diperkirakan akan memberikan informasi terkini mengenai rencana belanja modalnya ketika mengumumkan laporan keuangan tahun 2023 pada bulan Maret mendatang.

RBC Capital Markets mengatakan dalam sebuah catatan bahwa pihaknya memperkirakan rencana ekspansi yang telah menerima keputusan investasi akhir, seperti proyek Zuluf 600.000 bph, Marjan 300.000 bph, dan proyek Berri 250.000 bph, akan berjalan sesuai rencana.

Namun proyek yang tidak mendapat izin, seperti proyek Safaniya yang berkapasitas 700.000 bph, “kemungkinan besar akan ditangguhkan,” kata RBC. “Kami memperkirakan (kira-kira) anggaran US$ 12 miliar untuk proyek Safaniya, di mana US$ 3 miliar akan dibelanjakan pada 2024”.

“Secara keseluruhan, kami memperkirakan anggaran belanja modal dapat diturunkan (sekitar) $5 miliar per tahun pada tahun-tahun mendatang dibandingkan dengan panduan sebelumnya,” lanjut RBC dalam catatannya.

Aramco mengatakan pihaknya memperkirakan belanja modal sebesar US$ 45-55 miliar pada 2023, tertinggi dalam sejarahnya, dan mengindikasikan akan meningkatkan jumlah tersebut di tahun-tahun mendatang.

“Mungkin untuk menghemat uang. Tapi kemungkinan besar hal ini menyiratkan bahwa mereka tidak melihat perlunya tambahan minyak di pasar global,” kata analis SEB Bjarne Schieldrop.

Harga minyak terpantau naik tipis pada perdagangan di Asia, Selasa (30/1). Brent diperdagangkan di level US$ 82,44 per barel, naik 0,05% dibandingkan kemarin. Sedangkan WTI AS naik 0,17% ke level US$ 76,91 per barel.

Kapasitas Produksi Ditingkatkan pada 2020

Aramco diminta oleh Kementerian Energi pada Maret 2020 untuk meningkatkan kapasitas produksi maksimumnya menjadi 13 juta bph di tengah perselisihan dengan Rusia mengenai pangsa pasar.

Setelah membanjiri pasar dengan minyak murah, Riyadh dan Moskow pada Mei 2020 melanjutkan kerja sama pada tingkat produksi melalui OPED dan para sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+. Kelompok ini terus mengkoordinasikan produksi.

Kapasitas cadangan berfungsi sebagai cadangan minyak darurat dunia, namun hanya segelintir produsen – terutama pemimpin de facto OPEC Arab Saudi dan Uni Emirat Arab – yang memiliki kapasitas cadangan yang berarti. Hal ini memberi mereka ruang untuk menyesuaikan produksi berdasarkan kebutuhan pasar.

“Aramco saat ini memiliki kapasitas cadangan sebesar 3 juta bph dan dalam waktu dekat akan didukung oleh program perpindahan cairan yang sangat penting yang akan memanfaatkan tambahan 1 juta bph minyak dan produk olahan untuk produksi,” kata sumber Aramco.

Riyadh dan Abu Dhabi telah berulang kali menyerukan lebih banyak investasi pada minyak dan gas dan berpendapat bahwa bahan bakar fosil akan menjadi bagian dari bauran energi selama beberapa dekade mendatang.

Namun konsumen utama, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan sehingga menghambat investasi tersebut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...