SKK Migas: Pengganti Zarubezhneft di Blok Tuna akan Diputuskan April
SKK Migas memberikan kabar perkembangan terbaru untuk pengelolaan Blok Tuna, di Laut Natuna Utara. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan saat ini penggantian perusahaan Blok Tuna Sudah memasuki proses pembukaan data.
Dwi menyampaikan sebagian perusahaan sudah ada yang menyampaikan penawaran dan ketertarikan terhadap Blok Tuna. “Ada 14 perusahaan kalau tidak salah, dari perusahaan global atau luar negeri,” kata Dwi di Kementerian ESDM, dikutip Senin (5/2).
Guna memperoleh pengelolaan Blok Tuna yang sebelumnya dipegang oleh perusahaan asal Rusia, Zarubezhneft. Maka keputusan mengenai pihak pengganti ini akan ditetapkan dalam dua bulan ke depan.
“Mereka harus menyampaikan pada Maret 2024, kemudian April keputusan penggantinya Zarubezhneft,” ujarnya. Dwi menyebut, jumlah pengelola Blok Tuna belum dapat dipastikan. “Entah satu atau dua perusahaan, belum tahu,” kata dia.
Sebagai informasi Zarubezhneft merupakan perusahaan migas asal Rusia yang memiliki peran sebagai salah satu pemegang hak kelola Blok Tuna bersama Premier Oil Tuna BV yang masing-masing menggenggam 50% hak partisipasi.
Terkait pembukaan data Blok Tuna, izin ini diperoleh melalui anak usaha ZN Asia Limited. Zarubezhneft telah mendapatkan izin pengajuan buka data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai langkah awal untuk melepas 50% hak partisipasi di Blok Tuna.
Terkait hengkangnya Zarubezhneft dari Blok Tuna, berpotensi membuat rencana pengembangan Blok Tuna tersendat. Hal ini lantaran sanksi Uni Eropa dan pemerintah Inggris terhadap Rusia yang ikut dirasakan oleh Zarubezhneft dalam mengembangkan lapangan tersebut.
Dalam pertemuan awal 2023 dengan SKK Migas, Harbour Energy - perusahaan induk Premier Oil Tuna BV - mengungkapkan bahwa rencana tersebut menghadapi pembatasan dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris. Sanksi tersebut merupakan respon atas invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.
ESDM Cari Jalan Agar Proyek Tetap Jalan
Di tengah upaya pencarian mitra baru, Kementerian ESDM terus berupaya agar proyek pengembangan Blok Tuna tidak mandek. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan proyek dengan investasi US$, 1,05 miliar atau lebih Rp 16 triliun ini memiliki peran penting bagi produksi gas yang rencananya akan diekspor ke Vietnam pada 2026.
"Proyek ini akan terus jalan. Nanti kalau memang mencari kemitraan baru kita akan dorong itu karena memang progress-nya bagus," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu, Jumat (17/3).
Adapun potensi gas yang dihasilkan dari Blok Tuna berada di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMscfd). Dengan berjalannya proyek ini, pemerintah akan mendapatkan gross revenue sebesar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,4 triliun.
Adapun kontraktor gross revenue sebesar US$ 773 juta atau setara dengan Rp 11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$ 3,3 miliar. "Proyek ini akan jalan terus, masa kalau progresnya bagus kita stop?" kata Arifin.