Harga Nikel Terus Jeblok, DPR Minta Program Hilirisasi Dievaluasi
Harga nikel diperkirakan semakin turun pada tahun ini, melanjutkan tren penurunan pada tahun lalu. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah mengevaluasi pelaksanaan hilirisasi nikel yang berjalan selama ini.
Mulyanto meminta pemerintah tidak menggebu-gebu untuk meningkatan kapasitas ekspor nikel yang mengakibatkan pasokan di pasar internasional berlebih dan menyebabkan harga anjlok.
"Jangan menguras cadangan nikel untuk produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI (nickel pig iron) dengan harga jual murah seperti sekarang ini. Apalagi kalau industri ini menggunakan energi kotor dan limbahnya dibuang ke laut,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya yang dikutip pada Senin (12/2).
Mulyanto juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mengkaji secara komprehensif program hilirisasi nikel demi optimalnya penerimaan keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat.
“Sementara operasional smelter dijalankan secara ugal-ugalan, sehingga banyak menewaskan pekerja," ujarnya.
Menurut Mulyanto, pemberian insentif besar oleh pemerintah kepada industri smelter di saat harga jual nikel yang anjlok seperti saat ini dapat menimbulkan berkurangnya penerimaan negara.
Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga nikel pada penutupan perdagangan Jumat (9/2) mencapai US$ 15.725 per ton.
Meski tren harga sejak awal 2024 menunjukkan pergerakan fluktuatif, harga nikel telah bertahan di angka US$ 16.000-an sejak 5 Januari hingga 5 Februari kemarin. Berdasarkan data Westmetall, harga niket terus menunjukkan tren penurunan sejak September 2023. Harga nikel per tonnya saat itu masih di angka US$ 20.000 per ton.
Forbes mencatat bahwa harga nikel merosot hingga 45% dalam 12 bulan. Anjloknya harga disebabkan oleh pasokan yang melebihi permintaan.
Meski begitu Morgan Stanley memperkirakan nikel sudah mendekati harga terendahnya dan berpotensi untuk rebound atau berbalik naik. "Hal ini tidak berarti akan terjadi pemulihan yang cepat, atau bahwa tidak diperlukan pengurangan produksi," kata analis Morgan Stanley, dikutip dari Forbes.
Bank investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat ini memperkirakan harga nikel akan stabil di kisaran US$ 15.500 per ton.
Respons Luhut Soal Harga Nikel
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya mengatakan, Indonesia bukanlah penyebab turunnya harga nikel dunia.
“Itu kan at the end cari equilibrium-nya (keseimbangan). Apapun komoditasnya, jika melihat harganya tidak boleh hanya dari setahun dua tahun, harus 5-10 tahun. Harus dilihat kumulatif harganya kemudian melihat harga rata-ratanya,” ujarnya saat ditemui di kantornya pada Rabu (7/2).
Menurut analisis Macquarie, bank investasi yang berbasis di Australia, berlebihnya pasokan dari Indonesia memaksa produsen di negara lain menutup tambang-tambang yang tidak menguntungkan.
Analisis tersebut bahkan menyebut Washington dan Paris panik lantaran pergolakan ini dapat memberikan kontrol yang lebih besar kepada Cina atas sumber daya strategis tersebut. “Ya biar saja tambang dunia tutup asal tambang kita gak ikut-ikutan,” ujar Luhut.
Meski dituding memproduksi nikel secara jor-joran, Luhut dengan tegas membantah hal tersebut. “Kita enggak pernah jor-joran, tidak betul itu,” katanya.