Serapan Gas Murah 2023 Tidak Capai 100%, SKK Migas Ungkap Kendalanya
SKK Migas mengungkapkan bahwa penyerapan gas murah industri melalui kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) pada 2023 realisasinya di bawah 100%, yakni 95-96%.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi menyebut terdapat beberapa kendala yang menyebabkan gas murah industri tidak dapat terserap 100%.
“Kami sedang melakukan evaluasi dan memang faktornya cukup banyak. Pertama ada faktor dari hulu itu sendiri,” ujarnya dalam webinar bertajuk "Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik" pada Rabu (28/2).
Faktor hulu migas meliputi rencana-rencana produksi yang mengalami kendala operasional. “Mengakibatkan ada alokasi yang sudah direncanakan dalam kepmen jadi ada sedikit fluktuasi kadang meningkat dan mungkin ada penurunan,” ujarnya.
Kedua, ada faktor dari sisi midstream dan downstream. “Karena ada industri yang dalam tanda kutip belum mampu menyerap karena kendala operasional atau karena turn around mungkin sedang shutdown sementara atau dapat alternatif energi, kami sedang lakukan pendalaman,” ucapnya.
Selain itu, Kurnia juga melihat adanya hal lain yang turut berpengaruh yakni faktor ketidakcukupan bagian negara untuk menjaga bagian kontraktor tetap utuh.
“Karena sebenarnya kebijakan HGBT ini berjalan di tengah-tengah tahun 2020 2021 dan seterusnya di mana pada saat itu sudah ada harga awal PJBG yang disepakati antara KKKS produsen dan para pembeli,” kata dia.
HGBT yang tidak dapat terserap 100% ini menurut Kurnia secara otomatis mengurangi penerimaan negara.
“Saat ini sedang kami coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$ 1 miliar potensi penurunan penerimaan negara. Namun ini masih angka-angka sementara,” ujarnya.
Sebagai informasi, kebijakan gas murah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Berdasarkan aturan tersebut, terdapat tujuh sektor yang mendapatkan harga gas bumi tertentu sebesar US$ 6 per MMBTU yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
“Saat itu harga PJBG kemudian diturunkan kepada harga yang ditargetkan US$ 6 sehingga gapnya itu yang dijaga, dalam rangka itu juga terdapat ketidakcukupan bagian negara yang direncanakan. Karena pada saat penyusunan kepmen masih menggunakan proyeksi harga perkembangan minyak, amonia,” ujar Kurnia.
Kurnia menjelaskan, ketika tidak bisa tetap utuh, maka jika ingin diserap maka volume gasnya harus kembali ke harga PJBG yang sudah disepakati di awal. Ketika tidak mampu menyerap gas maka volume yang diberikan akan dibatasi sesuai ketersediaan keutuhan bagian negara.
“Itu faktor kenapa realisasinya belum bisa 100%. Meskipun kami mencatat sebetulnya terjadi peningkatan realisasi yang cukup baik dari sisi industri,” kata Kurnia.