HSBC, StanChart, BoA Berminat Untuk Danai Pensiun Dini PLTU Cirebon-1
HSBC, Standard Chartered, dan Bank of America dilaporkan berminat untuk berpartisipasi dalam kesepakatan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang pertama di Indonesia, yakni PLTU Cirebon-1.
Ini menjadi sebuah sinyal bahwa pemberi pinjaman besar semakin bersedia melakukan investasi bahan bakar fosil yang diperlukan untuk transisi energi global.
“Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. juga sedang berdiskusi tentang partisipasinya tetapi belum membuat pernyataan resmi,” kata sumber yang menolak disebut namanya seperti dikutip Bloomberg, pada Rabu (6/3).
PLTU Cirebon-1 adalah satu dari ratusan PLTU batu bara yang menggerakkan rumah dan industri di Asia Tenggara. Untuk menutupnya lebih awal, diperlukan pembiayaan kembali investasi awal PLTU tersebut.
Bank pembangunan serta lembaga keuangan swasta telah sepakat untuk bekerja sama memberikan pendanaan tersebut, termasuk di bawah naungan paket bantuan iklim multilateral yang dikenal sebagai Just Energy Transition Partnerships, atau JETPs.
Asian Development Bank (ADB), PLN, Otoritas Investasi Indonesia, dan pemilik PLTU Cirebon-1, yakni Marubeni Corp., PT Indika Energy, dan Korea Midland Power Co., telah menandatangani perjanjian tidak mengikat untuk pembiayaan pensiun dini.
Dalam praktiknya, upaya untuk memadukan modal swasta dengan pendanaan publik bukan hal mudah. Bank-bank internasional mengatakan kesepakatan ini berisiko dan hanya ada sedikit preseden. Banyak pemberi pinjaman juga melarang pendanaan batu bara sebagai bagian dari komitmen iklim.
ADB, yang memimpin kesepakatan pensiun dini PLTU Cirebon-1, telah mempersiapkan diri untuk mengatur pendanaannya sendiri. Namun hal itu telah berubah.
Menanggapi permintaan proposal pada bulan Januari, ADB menerima minat yang besar dari bank-bank komersial dan kini sedang dalam proses memilih pemberi pinjaman. “Mereka memperkirakan kesepakatan akan selesai pada bulan Juni,” kata juru bicara ADB seperti dikutip Bloomberg.
Rencananya adalah untuk mengubah sebagian besar ekuitas pembangkit menjadi utang, guna mendanai dividen satu kali untuk memberikan kompensasi kepada investor atas hilangnya pendapatan di masa depan.
Bank akan memberikan pinjaman dengan harga pasar, dan ADB akan memadukan pinjaman tersebut dengan dana yang ada untuk menjadikan utang tersebut lebih murah dibandingkan sebelumnya, yang pada gilirannya akan membuat utang tersebut dapat dilunasi selama umur pabrik yang lebih pendek.
“Sasarannya saat ini adalah bagaimana kita menerapkan kebijakan hingga pelaksanaannya dan transaksi spesifik yang membawa kita mencapai tujuan tersebut tahun ini,” kata Surendra Rosha, co-chief executive HSBC untuk kawasan Asia-Pasifik.
Sementara bagi StanChart, “tujuannya adalah untuk menjadi bagian dari peluang penting yang benar-benar akan menjadi peluang yang dapat dicontoh oleh orang lain di masa depan,” kata kepala keberlanjutan, Marisa Drew.
Baik Rosha maupun Drew berbicara secara umum dan tidak membahas pembicaraan apa pun yang melibatkan PLTU Cirebon-1 yang akan menjadi kesepakatan berbasis pasar kedua dalam upaya pensiun dini PLTU di negara berkembang.
Menurut Global Energy Monitor, agar dunia dapat menjaga pemanasan global dalam batas aman, semua PLTU batu bara harus ditutup pada 2040. PLTU batu bara di Asia sendiri akan menghabiskan dua pertiga anggaran karbon global yang menyusut dengan cepat.
“Namun 75% dari mereka tidak mempunyai rencana untuk melakukan hal tersebut,” kata lembaga internasional tersebut.