Bos Saudi Aramco: Permintaan Minyak Belum Memuncak dalam Waktu Dekat
CEO Saudi Aramco Amin Nasser menilai permintaan minyak global masih akan terus tumbuh dan belum akan mencapai puncaknya dalam waktu dekat. Oleh karena itu dia mendorong para pembuat kebijakan untuk menggenjot investasi di sektor migas.
Menurutnya investasi tersebut dibutuhkan untuk menjaga produksi demi memenuhi konsumsi. Ia juga menyarankan agar dunia meninggalkan fantasi untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap karena energi terbarukan masih belum siap menggantikan dalam skala besar.
Pimpinan perusahaan energi terbesar di dunia itu mendesak pengaturan ulang rencana transisi energi global dalam sambutannya di hadapan para eksekutif minyak dan gas pada konferensi CERAWeek di Houston, Amerika Serikat (AS), pada Senin (18/3).
“Permintaan minyak akan mencapai rekor baru sebesar 104 juta barel per hari (bph) pada 2024,” kata Nasser seperti dikutip dari Reuters, Selasa (19/3). “Meskipun investasi meningkat, energi alternatif belum mampu menggantikan hidrokarbon dalam skala besar”.
“Semua ini memperkuat pandangan bahwa puncak produksi minyak dan gas tidak mungkin terjadi dalam beberapa waktu ke depan, apalagi pada tahun 2030,” katanya lagi.
“Kita harus meninggalkan fantasi penghapusan minyak dan gas secara bertahap, dan sebaliknya berinvestasi pada minyak dan gas secara komprehensif, dengan mencerminkan asumsi permintaan yang realistis, selama hal tersebut penting,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa meningkatnya permintaan dari negara-negara berkembang dapat mendorong pertumbuhan permintaan minyak hingga tahun 2045.
Perkiraan pertumbuhan permintaan jangka panjang ini sejalan dengan perkiraan OPEC dan berbeda dengan perkiraan puncak permintaan pada 2030 dari Badan Energi Internasional (IEA). Arab Saudi adalah pemimpin de facto OPEC, dan Amerika Serikat adalah kontributor terbesar IEA.
“Yah, itu hanya satu pendapat,” ujar Menteri Luar Negeri AS Jennifer Granholm mengenai komentar Nasser mengenai transisi tersebut dalam sebuah wawancara dengan Reuters. “Ada penelitian lain yang menunjukkan hal sebaliknya bahwa permintaan minyak dan gas serta permintaan fosil akan mencapai puncaknya pada 2030.”
OPEC dan IEA berbeda pendapat dalam hal perkiraan permintaan jangka pendek dan jangka panjang, sebagian karena perbedaan pandangan mereka mengenai transisi energi.
“Mengurangi emisi gas rumah kaca dari hidrokarbon melalui penangkapan karbon dan teknologi lainnya memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan energi alternatif,” kata Nasser. “Sumber energi dan teknologi baru hanya boleh diperkenalkan jika sudah benar-benar siap dan berdaya saing secara ekonomi”.
Selain itu, ujarnya melanjutkan, gangguan pengiriman di Laut Merah akibat serangan kelompok Houthi Yaman telah membuat kondisi semakin ketat di pasar pelayaran.
Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran telah menyerang kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden sejak November dalam apa yang mereka katakan sebagai kampanye solidaritas terhadap Palestina selama perang Israel dengan Hamas di Gaza.
“Minyak membutuhkan waktu 2-3 minggu lebih lama untuk mencapai tujuannya karena kapal-kapal dialihkan untuk menghindari daerah tersebut,” kata Nasser.
Meski begitu dia memastikan masalah pengiriman ini berdampak kecil terhadap Aramco. Hal ini karena Aramco telah memiliki jaringan pipa East West-nya. Pipa itu memungkinkan Aramco memuat kapal-kapal di utara wilayah yang diserang Houthi.
“Eropa telah menjadi pasar yang lebih besar bagi Aramco karena masalah pelayaran di Laut Merah,” katanya. “Aramco memiliki kapasitas cadangan sebesar 3 juta barel per hari untuk memenuhi gangguan tak terduga pada pasokan global.”